Kasus Suap Akpol Rp2,6 Miliar: Cermin Luka Etik di Tubuh Kepolisian

- Penulis

Minggu, 2 November 2025 - 14:43

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

Surabaya, Majalahjakarta.com – Kasus penipuan bermodus penerimaan Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) yang menyeret dua anggota Polri asal Pekalongan, Jawa Tengah, kembali mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Nilai uang yang lenyap mencapai Rp2,6 miliar, sebuah angka fantastis yang membuka tabir gelap praktik jual-beli “kursi” di lembaga pendidikan kepolisian.

Dr. Didi Sungkono, S.H., M.H., pengamat kepolisian sekaligus Direktur Lembaga Bantuan Hukum Rastra Justitia, menilai peristiwa ini bukan sekadar pelanggaran etik individual, melainkan indikator kegagalan sistem pembinaan moral di tubuh Polri.

“Kelakuan oknum seperti ini sudah sangat tidak bisa dibenarkan. Merugikan institusi, merusak kepercayaan publik, dan memperlihatkan lemahnya kontrol internal,” ujar Didi di Surabaya, Sabtu (2/11).

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Didi, tindakan dua anggota Polri yang kini telah diamankan Propam menunjukkan adanya disfungsi pengawasan dan lemahnya kultur etik di tingkat bawah. Ia mendorong agar penyidik menelusuri aliran dana Rp2,6 miliar secara tuntas.

“Tidak mungkin uang sebesar itu dinikmati sendirian. Harus diselidiki apakah ada jaringan di atasnya. Publik perlu mengawasi sidang etik dan pidananya,” tegasnya.

Kasus ini bermula dari laporan Dwi Purwanto, pengusaha asal Kabupaten Pekalongan, yang mengaku menjadi korban penipuan oleh empat orang: dua polisi dan dua warga sipil. Modusnya: janji anaknya akan diterima menjadi Taruna Akpol melalui jalur kuota khusus tahun 2025.

Namun, alih-alih diterima, anak korban justru gagal di tahap awal seleksi, sementara uang miliaran rupiah yang telah disetorkan tak pernah dikembalikan.

Baca Juga:  RIP

Polda Jawa Tengah kini menahan dua anggota Polri, yakni Bripka Alexander Undi Karisma, eks anggota Polsek Doro, dan Aipda Fachrurohim alias Rohim, keduanya kini menjalani penempatan khusus (patsus) dan menunggu sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP).

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, membenarkan penangkapan itu.

“Benar, yang bersangkutan ditangkap saat sedang mengikuti pendidikan perwira. Kami akan proses secara transparan, termasuk menelusuri ke mana aliran uang Rp2,6 miliar itu,” ujarnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menegaskan bahwa perkara ini akan ditangani melalui dua jalur: pidana umum dan kode etik kepolisian. “Tidak ada kompromi bagi anggota yang memperdagangkan jabatan,” katanya.

Dari perspektif hukum publik, kasus ini mencerminkan dua hal penting: pertama, masih adanya ruang gelap yang memfasilitasi praktik “jual-beli jabatan” di lembaga pendidikan strategis; kedua, krisis etika institusional yang belum sepenuhnya pulih meski Polri telah berulang kali menjanjikan reformasi.

Dalam konteks akademik, kasus ini menjadi studi sosial hukum yang menegaskan bahwa integritas tidak dapat dibangun lewat slogan, tetapi melalui sistem kontrol yang kuat, sanksi yang tegas, dan pendidikan moral yang berkelanjutan di internal Polri.

Karena pada akhirnya, seperti disampaikan Didi Sungkono, “Ketika hukum diperdagangkan oleh aparatnya sendiri, maka negara kehilangan cermin moralnya. Dan dari situlah keadilan mulai pudar.”
(Redho)

Berita Terkait

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia
Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”
Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara
Marak Debitur Dijerat Pasal Penggelapan Objek Fidusia, Pakar Hukum: “Jangan Campur Urusan Perdata dengan Pidana”
Pengamat Hukum Didi Sungkono: Pemimpin yang Ditolak Rakyat Sebaiknya Mundur Secara Ksatria
UIN Jakarta Kucurkan Rp2,85 Miliar Beasiswa untuk Dosen dan Tendik: Dorong Kualitas SDM dan Layanan Kampus
Apel Pagi di Lapas Banda Aceh: Momentum Disiplin dan Apresiasi Pegawai Teladan
Status DKI Berubah Menjadi DKJ Arah Kebijakan Hukum Publik Jakarta Utara
Berita ini 10 kali dibaca
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Rabu, 5 November 2025 - 19:03

Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”

Rabu, 5 November 2025 - 17:56

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Selasa, 4 November 2025 - 16:56

Pengamat Hukum Didi Sungkono: Pemimpin yang Ditolak Rakyat Sebaiknya Mundur Secara Ksatria

Selasa, 4 November 2025 - 16:11

Apel Pagi di Lapas Banda Aceh: Momentum Disiplin dan Apresiasi Pegawai Teladan

Selasa, 4 November 2025 - 15:54

Jakarta Jadi Kota Kedua Terbanyak Pembeli Jersey Persib

Selasa, 4 November 2025 - 12:10

Status DKI Berubah Menjadi DKJ Arah Kebijakan Hukum Publik Jakarta Utara

Selasa, 4 November 2025 - 11:32

Kebijakan Pelabuhan Dimata Hukum DKJ Di Jakarta Utara

Selasa, 4 November 2025 - 10:53

Politik Hukum Dalam Regulasi Kebijakan Dimata Hukum Publik

Berita Terbaru

Berita

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Rabu, 5 Nov 2025 - 19:27

Berita

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:56

Berita

Pertumbuhan 5 Persen, Tapi Siapa yang Untung?

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:41

Kebangsaan

Pahlawan atau Pengampunan Politik yang Tertunda

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:24

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x