Ribuan Guru Kepung Monas: Menuntut Keadilan dalam Politik Kesejahteraan Pendidikan

- Penulis

Kamis, 30 Oktober 2025 - 11:17

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

Jakarta, Majalahjakarta.com – Kamis pagi (30/10/2025), udara Jakarta diselimuti semangat perjuangan para pendidik. Ribuan guru dari berbagai daerah berbondong-bondong menuju kawasan Monas, menuntut keadilan dan kesetaraan dalam kebijakan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta percepatan sertifikasi.

Sejak subuh, massa telah berkumpul di halaman Masjid Istiqlal. Dengan ikat kepala putih bertuliskan pesan solidaritas, para guru berjalan kaki menuju Monas sambil membawa spanduk: “Guru Butuh Keadilan,” “Setara untuk Semua,” dan “Sertifikasi Hak, Bukan Hadiah.” Aksi yang dijaga ketat aparat kepolisian itu berlangsung tertib, menunjukkan bahwa para pendidik tak hanya mengajarkan moral di kelas, tapi juga mempraktikkannya di jalan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Suara dari Barisan Pendidikan
Aksi ini diorganisasi oleh sejumlah kelompok seperti Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), Perkumpulan Guru Madrasah Mandiri (PGMM), Persatuan Guru Inpassing Nasional (PGIN), dan Punggawa Guru Madrasah Nasional Indonesia (PGMNI). Mereka menuntut tiga hal pokok: percepatan sertifikasi, kesempatan inpassing yang adil, dan pengangkatan menjadi ASN tanpa diskriminasi.

“Guru madrasah bukan guru kelas dua. Kami tidak menuntut lebih, hanya ingin kebijakan yang berpihak,” ujar salah satu orator dari mobil komando.

Di tengah kerumunan, lagu Hymne Guru bergema. Beberapa peserta tampak menitikkan air mata – bukan sekadar karena kelelahan, melainkan karena getirnya perjuangan panjang menuntut pengakuan yang tak kunjung datang.

Negara dan Politik Keadilan yang Timpang
Di balik aksi damai ini, tersimpan kritik terhadap arsitektur kebijakan pendidikan nasional yang masih timpang. Skema PPPK yang seharusnya menjadi solusi justru memunculkan ketidaksetaraan baru antara guru negeri, guru madrasah, dan guru swasta.

Kebijakan sertifikasi pun kerap dianggap lebih administratif ketimbang substantif – lebih banyak mengatur soal berkas ketimbang peningkatan kualitas. Di sisi lain, kesejahteraan guru masih terganjal birokrasi dan politik anggaran yang tidak berpihak.

Baca Juga:  Dewan Pers: Lonjakan Aduan Media Akibat Minimnya Kompetensi Wartawan Daerah

“Pendidikan tidak akan maju bila guru terus berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian status,” kata salah satu pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta yang turut hadir mengamati aksi tersebut.

Aparat dan Aksi Damai
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, menyatakan bahwa 1.597 personel dikerahkan untuk menjaga keamanan. “Kami mengedepankan pendekatan persuasif dan dialogis agar aksi berjalan damai,” ujarnya.

Hingga aksi berakhir sekitar pukul 12.00 WIB, situasi tetap kondusif. Tak ada bentrokan, tak ada kerusakan. Para guru bahkan turut membersihkan sampah di sekitar Monas – simbol bahwa perjuangan mereka bukanlah perlawanan destruktif, melainkan bentuk pendidikan publik tentang cara berjuang dengan bermartabat.

Makna Akademik dan Pesan Publik
Aksi ribuan guru ini adalah potret kecil dari ketegangan besar antara politik kesejahteraan dan politik pengakuan di sektor pendidikan Indonesia. Di satu sisi, negara menjanjikan transformasi pendidikan nasional; di sisi lain, para pendidik masih berjuang untuk sekadar diakui dan dihargai setara.

Gerakan ini memperlihatkan bahwa kebijakan publik tak bisa hanya dinilai dari sisi teknokratis, melainkan juga dari aspek moral dan keadilan sosial. Guru—sebagai pilar pengetahuan bangsa-tidak seharusnya terus menjadi subjek kebijakan yang pasif, tetapi aktor kebijakan yang didengar.

Ketika hukum dan kebijakan pendidikan gagal mencerminkan rasa keadilan, maka aksi di jalan menjadi ruang baru bagi nalar kritis untuk berbicara. Di Monas hari itu, ribuan guru bukan hanya menuntut hak-mereka sedang mengajar bangsa tentang makna sejati dari keadilan. (Dwi TH)

Berita Terkait

Menimbang Gelar Pahlawan di Tengah Rekonsiliasi Sejarah
Dewan Kota di Persimpangan Hukum: Antara Representasi Publik dan Formalitas Birokrasi dalam Era Provinsi Daerah Khusus Jakarta
Negara Topeng, Negara Neoliberalisme
Polri, Ijazah, dan Kekacauan Batas Kewenangan
DPR dan Krisis Kepercayaan Publik yang Menganga
Jam Intel Redha Mantovani Disorot: Abaikan Buru Terpidana, Sibuk Hadiri CSR Aguan?
Skandal Alutsista: KPK Didesak Bongkar Peran Broker dalam Proyek Kapal TNI AL
Manuver Budi Arie: Gelembung atau Gempa Politik?
Berita ini 10 kali dibaca
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Selasa, 11 November 2025 - 14:26

Menimbang Gelar Pahlawan di Tengah Rekonsiliasi Sejarah

Selasa, 11 November 2025 - 13:52

Dewan Kota di Persimpangan Hukum: Antara Representasi Publik dan Formalitas Birokrasi dalam Era Provinsi Daerah Khusus Jakarta

Selasa, 11 November 2025 - 12:18

Negara Topeng, Negara Neoliberalisme

Selasa, 11 November 2025 - 12:02

Polri, Ijazah, dan Kekacauan Batas Kewenangan

Selasa, 11 November 2025 - 11:24

Restrukturisasi Whoosh: Efisiensi Baru atau Beban Lama Negara?

Selasa, 11 November 2025 - 09:07

Dasco Bungkam Tujuh Bulan, Bom Waktu Judi Kamboja Goyang Fondasi Partai

Senin, 10 November 2025 - 07:59

Jam Intel Redha Mantovani Disorot: Abaikan Buru Terpidana, Sibuk Hadiri CSR Aguan?

Senin, 10 November 2025 - 05:12

Skandal Alutsista: KPK Didesak Bongkar Peran Broker dalam Proyek Kapal TNI AL

Berita Terbaru

Digital

Negara Rugi Ratusan Triliun, Bandarnya Tetap Tertawa

Selasa, 11 Nov 2025 - 14:38

Nasional

Menimbang Gelar Pahlawan di Tengah Rekonsiliasi Sejarah

Selasa, 11 Nov 2025 - 14:26

Analisis

Negara Topeng, Negara Neoliberalisme

Selasa, 11 Nov 2025 - 12:18

Nasional

Polri, Ijazah, dan Kekacauan Batas Kewenangan

Selasa, 11 Nov 2025 - 12:02

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x