Surabaya, Majalahjakarta.com – Sidang gugatan perdata antara PT Lintas Cindo Bersama melawan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) dan sejumlah pihak terkait kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (7/10/2025). Persidangan menghadirkan dua saksi, Santi dan Mashudi, yang memperkuat dugaan bahwa Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Latief Hanif dan Rekan tidak hadir saat melakukan penilaian atas gudang milik penggugat di kawasan Sari Mulyo, Surabaya.
“Pada 1 Maret 2014, tidak ada perwakilan KJPP yang datang ke lokasi. Hanya pihak BNI yang hadir,” ujar saksi di hadapan majelis hakim. Fakta ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana mungkin laporan penilaian bisa dibuat tanpa melakukan pemeriksaan fisik terhadap objek yang dinilai.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Usai persidangan, kuasa hukum penggugat, Dr. Yafeti Waruwu, S.H., M.H., menjelaskan bahwa gugatan ini berfokus pada dugaan pelanggaran prosedural dalam pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan atas dua gudang milik kliennya. “Lelang ini cacat hukum, tidak transparan, dan dilakukan jauh di bawah harga pasar,” ujarnya.
Menurut Yafeti, nilai pasar aset berdasarkan penilaian KJPP independen mencapai Rp27,18 miliar. Namun, aset tersebut dilelang oleh KPKNL Surabaya pada 20 Februari 2025 hanya dengan nilai limit Rp15,66 miliar dan dijual pada harga serupa. “Ada selisih lebih dari Rp11,5 miliar yang merugikan perusahaan,” kata Yafeti.
Lisa Anggraini, Direktur PT Lintas Cindo Bersama yang melanjutkan kepemimpinan almarhum suaminya, mengaku terpukul. Ia menilai pihak BNI tidak menunjukkan iktikad baik saat perusahaannya mengajukan restrukturisasi kredit di masa pandemi. “Kami sudah berusaha menjaga komitmen, tapi permohonan itu tidak diakomodasi,” ujarnya.
Dalam gugatan tersebut, Yafeti juga menyoroti sejumlah kejanggalan lain:
1. Penetapan nilai limit lelang yang tidak sesuai dengan harga pasar dan tidak pernah diberitahukan kepada pihak penggugat.
2. Risalah Lelang sulit diakses, baik dari BNI, KPKNL, maupun pemenang lelang.
3. Penurunan drastis nilai limit, dari Rp19,02 miliar menjadi Rp15,66 miliar, tanpa alasan rasional.
4. Tiga hasil penilaian pembanding dari KJPP lain menunjukkan nilai pasar dan likuidasi yang jauh lebih tinggi dari hasil KJPP Latief Hanif dan Rekan.
Penggugat pun meminta majelis hakim menyatakan lelang dan hasil penilaian batal demi hukum, serta menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi materiil dan imateriil yang ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.
“Kasus ini bukan sekadar soal aset, tapi soal keadilan dan akuntabilitas lembaga keuangan negara,” tegas Yafeti.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian dokumen dari pihak tergugat pada pekan depan. (Redho)