Jakarta, Majalahjakarta.com – Di tengah tekanan ekonomi yang kian menghimpit, suara lantang datang dari seorang akademisi dan ekonom senior, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.H., M.H. Ia menyerukan agar Presiden Republik Indonesia mengambil langkah luar biasa untuk menghentikan penderitaan rakyat dan menekan laju kemiskinan yang kian membengkak di berbagai daerah.
“Presiden harus bertindak tegas. Kepala daerah yang tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi rakyat sebaiknya mundur dari jabatannya,” – Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.H., M.H.
Pernyataan keras itu disampaikan Sutan kepada sejumlah pemimpin redaksi media dalam dan luar negeri, Sabtu (1/11/2025), dari Markas Pusat Partai Oposisi Merdeka di Jakarta. Dalam pandangannya, krisis kemiskinan dan pengangguran yang kian parah bukan sekadar dampak dari gejolak ekonomi global, melainkan akibat langsung dari kepemimpinan daerah yang gagal menjalankan tanggung jawab sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari Pencitraan ke Pengkhianatan Sosial
Sutan menilai, sebagian besar kepala daerah kini terjebak dalam politik pencitraan digital ketimbang menghadirkan kebijakan substantif bagi rakyat.
“Mereka sibuk berswafoto, lupa berpikir untuk rakyat. Rakyat tidak butuh tontonan—rakyat butuh pekerjaan,” ujarnya tajam.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2025, tingkat kemiskinan nasional masih berada di kisaran 9,3 persen, dengan tren kenaikan di sejumlah provinsi akibat lemahnya pertumbuhan sektor produktif di daerah. Angka pengangguran terbuka juga masih di atas 5,4 persen, menandakan belum adanya terobosan signifikan dalam penciptaan lapangan kerja baru di luar sektor informal.
“Angka-angka ini menunjukkan bukan hanya kegagalan ekonomi, tapi juga krisis kepemimpinan moral,” tegas Sutan.
Kisah Mumun dan Potret Kegagalan Struktural
Dalam nada getir, Sutan menuturkan kisah Mumun, seorang lansia di Pamijahan, Bogor, yang hidup tanpa penerangan selama lima tahun. Bagi Sutan, kisah itu bukan anekdot kemiskinan, melainkan simbol kegagalan sistemik—ketika negara absen dari dapur kehidupan rakyat kecil.
“Sudah cukup rakyat menjadi tumbal politik singkat. Kepala daerah digaji mahal, tapi rakyat tetap memulung, mengamen, dan hidup dalam gelap kemiskinan,” katanya penuh amarah.
Seruan Moral untuk Bangkit
Sebagai Guru Besar Hukum Internasional sekaligus Presiden Partai Oposisi Merdeka, Sutan mengajak para akademisi, advokat, dan aktivis kebijakan publik untuk bersatu membantu masyarakat terdampak. Menurutnya, advokat tak hanya berperan di ruang pengadilan, tapi juga di medan keadilan sosial.
“Ini bukan soal politik, ini soal nurani. Rakyat berhak hidup layak di negeri yang kaya sumber daya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah harus membuka ruang partisipasi rakyat dalam menentukan arah kebijakan ekonomi. Tanpa partisipasi, kebijakan sosial ekonomi hanya akan menjadi proyek administratif tanpa empati.
Ultimatum untuk Presiden
Menutup keterangannya, Sutan mendesak Presiden Republik Indonesia memberi ultimatum tegas kepada menteri dan kepala daerah agar segera meluncurkan program terukur dalam penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
“Negara ini berdiri karena rakyat, maka jangan biarkan rakyat tenggelam dalam penderitaan,” ucapnya menekan setiap kata.
Sutan mengingatkan, kepemimpinan sejati bukan tentang jabatan, melainkan tentang keberanian menyalakan harapan di tengah gelap kehidupan rakyat. Dalam situasi ekonomi yang rapuh, seruan moral seperti ini menjadi pengingat: bahwa negara yang gagal mengurus rakyat miskinnya sedang menuju krisis sosial yang lebih dalam. (Lukas)

















