Pertumbuhan 5 Persen, Tapi Siapa yang Untung?

- Penulis

Rabu, 5 November 2025 - 17:41

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

Jakarta, Majalahjakarta.com – Badan Pusat Statistik (BPS) kembali membawa kabar “baik” ekonomi Indonesia tumbuh 5,04 persen pada kuartal III 2025. Angka ini tampak menggembirakan di layar televisi dan konferensi pers, tetapi di tengah jalanan padat dan pasar yang sepi pembeli, banyak orang bertanya pelan: siapa sebenarnya yang menikmati pertumbuhan itu?

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2025 sebesar 5,04 persen (yoy). (nasional.kontan.co.id, 5 November 2025) Angka ini sedikit lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya (5,12 persen). Pemerintah menyebutnya “stabil di atas lima persen”, sebuah narasi yang menenangkan, meski tak menutup kenyataan bahwa momentum ekonomi mulai melambat.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa nilai PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp6.060 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan Rp3.444,8 triliun. (voi.id, 5 November 2025) Data itu menunjukkan ekonomi tetap tumbuh, tetapi pertanyaan lebih besar muncul: apakah pertumbuhan itu benar-benar dirasakan rakyat, atau hanya tercatat di laporan statistik?

Konsumsi Rumah Tangga: Tulang Punggung yang Melemah
Selama ini, konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar PDB lebih dari 50 persen. Namun, BPS mencatat pertumbuhannya hanya 4,8 persen, melambat akibat tekanan harga pangan dan energi. (kompas.com, 2 November 2025) Inflasi bahan makanan mencapai 3,4 persen dan upah riil belum pulih. Artinya, masyarakat lebih banyak menahan pengeluaran, bukan karena hemat, tetapi karena terpaksa.

Kita bisa menyebut ini “pertumbuhan berbasis konsumsi”, tapi konsumsi seperti apa jika daya beli melemah? Ini lebih mirip upaya bertahan hidup, bukan tanda kesejahteraan meningkat. Ketika konsumsi menjadi satu-satunya penopang ekonomi, maka setiap kenaikan harga beras atau listrik bisa langsung menggerus kepercayaan publik terhadap stabilitas ekonomi.

Investasi dan Industri: Bergerak tapi Tidak Melompat
Sektor investasi (PMTB) naik 4,9 persen, terutama karena proyek infrastruktur pemerintah dan properti. (bisnis.com, 5 November 2025) Namun, investasi swasta di sektor produktif belum menggeliat. Banyak pelaku usaha masih menunggu kepastian kebijakan fiskal, regulasi pajak, dan kestabilan politik menjelang tahun politik 2026. Tanpa kepastian hukum yang kuat, modal hanya berputar di sektor aman, bukan sektor inovatif.

Industri pengolahan, penyumbang utama PDB, tumbuh 4,5 persen, sedikit melambat dari kuartal sebelumnya. (cnbcindonesia.com, 5 November 2025) Ketergantungan pada bahan baku impor dan lemahnya diversifikasi ekspor membuat sektor ini seperti mesin tua yang tetap hidup karena dipaksa, bukan karena efisien. Hilirisasi mineral memang berjalan, tapi belum memberi efek luas pada lapangan kerja dan peningkatan nilai tambah domestik.

Pertanian dan Perdagangan: Bertumbuh tapi Tidak Menguatkan
Sektor pertanian tumbuh 1,76 persen, dan perdagangan 5,8 persen. (tempo.co, 5 November 2025) Namun di lapangan, petani masih mengeluh soal harga pupuk, biaya logistik, dan hasil panen yang tak sebanding dengan harga jual. Pertumbuhan di sektor ini lebih banyak datang dari sisi harga, bukan volume produksi. Sementara perdagangan naik karena kenaikan harga barang konsumsi, bukan peningkatan daya beli. Secara kasat mata ekonomi bergerak, tapi di bawahnya masyarakat justru menahan napas menghadapi inflasi.

Baca Juga:  Pidato, Korupsi, dan Ujian Janji “Bridge Builder”

Dibanding Negara Tetangga: Kita Stabil, Mereka Melaju
Indonesia sering bangga dengan pertumbuhan “stabil di atas lima persen”. Tapi mari melihat sekitar. Vietnam tumbuh 6,2 persen, Filipina 5,9 persen, dan Malaysia 5,4 persen. (aseanbriefing.com, 3 November 2025) Artinya, Indonesia tidak sedang memimpin, tetapi tertinggal. Stabilitas memang penting, tapi tanpa percepatan inovasi industri dan perbaikan iklim investasi, stabilitas itu akan berubah menjadi stagnasi.

Negara tetangga mempercepat industrialisasi berbasis ekspor dan investasi teknologi, sementara Indonesia masih mengandalkan konsumsi domestik dan komoditas mentah. Jika strategi ini terus dipertahankan, kita hanya akan menjadi pasar bagi produk negara lain, bukan pesaingnya.

Ketimpangan yang Tetap dan Kemiskinan yang Lambat Turun
Pertumbuhan ekonomi 5,04 persen belum mampu menurunkan ketimpangan pendapatan. Gini ratio tetap di 0,385 dan kemiskinan ekstrem masih 1,1 persen. ([data.bps.go.id, 2025]) Di balik pertumbuhan makro, jutaan pekerja masih hidup dari penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan, dan lapangan kerja formal tumbuh lamban. Ini artinya pertumbuhan belum inklusif, karena lebih menguntungkan kelompok menengah atas dan korporasi besar.

Ketimpangan semacam ini berbahaya secara sosial. Ketika angka PDB tumbuh tapi kualitas hidup stagnan, publik mulai kehilangan kepercayaan terhadap manfaat pembangunan ekonomi. Di sinilah makna “pertumbuhan tanpa perubahan” menemukan bentuknya.

Antara Statistik dan Realitas
Pemerintah menegaskan ekonomi Indonesia tetap kuat dan stabil. Pernyataan itu benar-dalam ukuran statistik. Tapi dalam ukuran sosial, “kuat” belum tentu “sejahtera”. Ekonomi memang tumbuh, tetapi tidak merata. Upah tidak mengikuti kenaikan harga, kesempatan kerja formal minim, dan biaya hidup di kota-kota besar terus meningkat.

Pertumbuhan seharusnya bukan soal angka di grafik, melainkan bagaimana angka itu diterjemahkan ke kehidupan sehari-hari. Sebab bagi rakyat, pertumbuhan 5 persen tak berarti apa-apa jika isi dompet tetap tipis dan harga kebutuhan tak kunjung turun.

Pertumbuhan yang Perlu Didefinisikan Ulang
Kita patut menghargai capaian ekonomi yang relatif stabil di tengah situasi global tidak menentu. Namun, stabil bukan berarti puas. Pemerintah perlu memfokuskan kebijakan pada pemerataan pendapatan, peningkatan produktivitas, dan penguatan sektor riil. Reformasi birokrasi investasi dan pengembangan industri bernilai tambah harus menjadi prioritas, bukan sekadar perayaan statistik.

Sebab pertumbuhan ekonomi sejati bukan hanya soal naiknya angka PDB, melainkan meningkatnya kualitas hidup warga negara. Bila 5 persen pertumbuhan tidak mampu memperbaiki kesejahteraan, maka mungkin yang perlu kita ubah bukan targetnya, melainkan cara kita menghitung kemajuan.

Dwi Taufan Hidayat

Berita Terkait

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia
Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”
Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara
Pahlawan atau Pengampunan Politik yang Tertunda
Pengamat Hukum Didi Sungkono: Pemimpin yang Ditolak Rakyat Sebaiknya Mundur Secara Ksatria
UIN Jakarta Kucurkan Rp2,85 Miliar Beasiswa untuk Dosen dan Tendik: Dorong Kualitas SDM dan Layanan Kampus
Apel Pagi di Lapas Banda Aceh: Momentum Disiplin dan Apresiasi Pegawai Teladan
Jakarta Jadi Kota Kedua Terbanyak Pembeli Jersey Persib
Berita ini 6 kali dibaca
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Rabu, 5 November 2025 - 19:03

Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”

Rabu, 5 November 2025 - 17:56

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Selasa, 4 November 2025 - 16:56

Pengamat Hukum Didi Sungkono: Pemimpin yang Ditolak Rakyat Sebaiknya Mundur Secara Ksatria

Selasa, 4 November 2025 - 16:11

Apel Pagi di Lapas Banda Aceh: Momentum Disiplin dan Apresiasi Pegawai Teladan

Selasa, 4 November 2025 - 15:54

Jakarta Jadi Kota Kedua Terbanyak Pembeli Jersey Persib

Selasa, 4 November 2025 - 12:10

Status DKI Berubah Menjadi DKJ Arah Kebijakan Hukum Publik Jakarta Utara

Selasa, 4 November 2025 - 11:32

Kebijakan Pelabuhan Dimata Hukum DKJ Di Jakarta Utara

Selasa, 4 November 2025 - 10:53

Politik Hukum Dalam Regulasi Kebijakan Dimata Hukum Publik

Berita Terbaru

Berita

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Rabu, 5 Nov 2025 - 19:27

Berita

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:56

Berita

Pertumbuhan 5 Persen, Tapi Siapa yang Untung?

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:41

Kebangsaan

Pahlawan atau Pengampunan Politik yang Tertunda

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:24

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x