Pidato, Korupsi, dan Ujian Janji “Bridge Builder”

- Penulis

Sabtu, 1 November 2025 - 08:17

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

Gyeongju, Republik Korea, Majalahjakarta.com – Di forum APEC 2025 di Korea Selatan, Presiden Prabowo Subianto berbicara lantang soal perang melawan korupsi dan pebisnis rakus. Namun di balik tepuk tangan diplomatik, publik bertanya: apakah kata-kata di podium mampu menembus labirin oligarki di tanah air? Di sinilah jarak antara pidato dan kenyataan kembali diuji.

Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM) di Gyeongju, Republik Korea, pada 31 Oktober 2025, menegaskan bahwa Indonesia tengah berjuang melawan korupsi, penipuan, dan pebisnis rakus yang menghambat pertumbuhan ekonomi riil. Ia juga menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi bridge builder antara ekonomi maju dan berkembang dalam menghadapi tantangan global. (Kumparan, 31 Oktober 2025).

Pernyataan ini seolah menjadi napas baru diplomasi Indonesia, menempatkan integritas ekonomi sebagai bagian dari citra global. Namun, publik menunggu: apakah komitmen itu sekadar narasi diplomatik, atau awal dari perubahan konkret?

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di dalam negeri, Prabowo sebelumnya mengakui bahwa situasi korupsi di Indonesia masih “mengkhawatirkan” dan memerlukan moral leadership yang tegas. (ANTARA News, 14 Februari 2025).
Kesadaran itu penting, tetapi pengakuan tanpa tindakan hanya menjadi etalase moral. Tantangan terbesar bukan sekadar menolak korupsi di pidato resmi, tetapi membangun sistem yang membuat korupsi menjadi mustahil dilakukan. Transparansi pengadaan, audit menyeluruh, serta keberanian menindak pelaku di level elit menjadi ujian sejati dari komitmen tersebut.

Faktanya, Transparency International menempatkan Indonesia di peringkat 117 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi 2024, turun dua poin dari tahun sebelumnya. (Tempo, 30 Januari 2025).
Angka ini menunjukkan bahwa retorika belum sejalan dengan realitas. Pidato anti-korupsi memang terdengar gagah di forum internasional, tetapi bila praktik penyalahgunaan wewenang, pengadaan yang tidak transparan, dan konflik kepentingan masih menjadi “budaya” di level kebijakan, maka seruan itu akan kehilangan daya ubah.

Kritik juga muncul dari arah lain. Beberapa analis menilai, dorongan Prabowo untuk mempercepat investasi asing bisa membuka risiko baru jika tidak diimbangi pengawasan ketat. East Asia Forum (29 Mei 2025) mencatat bahwa beberapa regulasi pertambangan dan proyek strategis nasional pasca-pemilu justru memperlihatkan kecenderungan kompromi terhadap pengusaha besar.

Retorika anti-korupsi akan gagal bila dijalankan parsial: memerangi suap kecil tapi menutup mata terhadap kartel besar yang mengatur arah kebijakan. Negara tak bisa menjadi wasit dan pemain sekaligus.

Baca Juga:  Enam Bulan Pemerintahan Prabowo, Harga Pangan Terkendali Dan Stok Aman

Dalam pidatonya, Prabowo juga menyinggung pencucian uang, penyelundupan, dan kejahatan lintas batas sebagai musuh ekonomi global. (Kumparan, 31 Oktober 2025).
Namun di titik ini, publik menuntut kepemimpinan yang berani membuka lembaran gelap finansial bangsa sendiri: arus uang haram yang mengalir ke rekening luar negeri, perusahaan cangkang yang menampung hasil korupsi, dan bank asing yang memutarnya kembali ke Indonesia melalui investasi semu. Jika Indonesia benar ingin menjadi bridge builder, maka jembatan itu harus berdiri di atas kejujuran, bukan uang gelap yang disamarkan atas nama kemajuan.

Netizen pun menanggapi dengan skeptis: siapa sebenarnya “pebisnis rakus” yang dimaksud Presiden? Apakah mereka bagian dari lingkaran kekuasaan yang selama ini turut menikmati rente politik? Pertanyaan itu sah, karena janji memberantas korupsi akan kehilangan makna bila keberpihakan negara terhadap oligarki tetap dibiarkan utuh. Urusan korupsi bukan urusan lisan, melainkan keberanian: siapa yang berani disentuh, dan siapa yang dibiarkan aman.

Di tengah sorotan itu, publik berharap Prabowo tidak hanya mengulang pola retorika pemerintahan sebelumnya yang lantang di awal namun redup di tengah jalan. Karena rakyat sudah terlalu sering mendengar jargon antikorupsi tanpa perubahan yang nyata.
Kini ujian sesungguhnya adalah konsistensi: apakah hukum tetap tajam ke bawah dan tumpul ke atas, atau justru mulai menajam ke segala arah, termasuk ke lingkar elit ekonomi-politik sendiri.

Untuk menutup jurang antara diplomasi dan realitas, Indonesia perlu membangun governance architecture yang tidak bergantung pada goodwill individu, melainkan sistem yang mandiri. Publik ingin melihat keberanian mengaudit harta pejabat, membuka daftar penerima manfaat korporasi, dan memperkuat peran KPK yang kini kian kehilangan taring.

Pidato di forum dunia bisa menarik tepuk tangan, tapi tindakan nyata di dalam negeri adalah satu-satunya cara mengubah tepuk tangan itu menjadi kepercayaan.

Janji menjadi “bridge builder” adalah simbol besar. Tapi jembatan itu hanya kokoh jika ditopang oleh fondasi moral, keadilan, dan transparansi. Jika tidak, ia akan menjadi jembatan kosong yang indah di atas kertas namun rapuh di pijakan.

Sudah terlalu lama bangsa ini mendengar janji perang terhadap korupsi sekarang yang dibutuhkan bukan kata-kata, melainkan langkah. Karena rakyat tidak butuh pidato yang panjang, tetapi bukti yang bisa disentuh.

Dwi Taufan Hidayat

Berita Terkait

Pengadilan Kepercayaan: Hukuman di Tangkai Amanah?
Redenominasi Rupiah: Solusi Atau Bencana Tersembunyi
Pengelolaan Koperasi MTI Diduga Tidak Transparan, Sejumlah Aset Dipertanyakan Anggota
Ledakan di SMA 72 Jakarta: Alarm Keselamatan di Ruang Belajar
Jejak Kelabu di Balik Kilau CPO Nasional
Beton di Atas Nurani: Ketika Pembangunan Kota Menyingkirkan Warganya Sendiri
Sufmi Dasco Ahmad dan Dinamika Kepemimpinan Baru: Dari Parlemen ke Panggung Pilpres 2029
HAKAN Dorong Reformasi UU Kewarganegaraan: Perlindungan Hukum untuk Perkawinan Campuran dan Diaspora Indonesia
Berita ini 7 kali dibaca
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Sabtu, 8 November 2025 - 20:01

Pengadilan Kepercayaan: Hukuman di Tangkai Amanah?

Sabtu, 8 November 2025 - 19:51

Redenominasi Rupiah: Solusi Atau Bencana Tersembunyi

Sabtu, 8 November 2025 - 07:37

Pengelolaan Koperasi MTI Diduga Tidak Transparan, Sejumlah Aset Dipertanyakan Anggota

Sabtu, 8 November 2025 - 01:36

Ledakan di SMA 72 Jakarta: Alarm Keselamatan di Ruang Belajar

Jumat, 7 November 2025 - 18:33

Beton di Atas Nurani: Ketika Pembangunan Kota Menyingkirkan Warganya Sendiri

Jumat, 7 November 2025 - 17:36

LSM ELANG MAS Minta Kejari Asahan Usut Dugaan Korupsi di MIN 1 Asahan: Transparansi Dana Pendidikan Kembali Dipertanyakan

Jumat, 7 November 2025 - 17:06

Sufmi Dasco Ahmad dan Dinamika Kepemimpinan Baru: Dari Parlemen ke Panggung Pilpres 2029

Jumat, 7 November 2025 - 16:39

HAKAN Dorong Reformasi UU Kewarganegaraan: Perlindungan Hukum untuk Perkawinan Campuran dan Diaspora Indonesia

Berita Terbaru

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x