Denda, Bukan Penjara: Reformasi Bijak Barang Bekas

- Penulis

Kamis, 23 Oktober 2025 - 13:13

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

Jakarta, Majalahjakarta.com – Di tengah perdebatan soal membanjirnya pakaian bekas impor di pasar-pasar kota besar, Kementerian Keuangan memilih jalan berbeda. Di bawah kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa, kementerian ini menyiapkan pendekatan baru: bukan lagi pemusnahan dan hukuman pidana, melainkan denda yang memberikan efek jera sekaligus pemasukan bagi negara. Langkah ini menandai pergeseran paradigma dari kebijakan reaktif menuju kebijakan produktif.

Ketika berbicara di kantornya, Rabu (22/10), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti satu ironi lama: impor barang bekas ilegal selama ini hanya berakhir dengan pemusnahan barang dan hukuman penjara. Tak ada nilai tambah bagi negara, justru menambah beban anggaran. “Selama ini hanya bisa dimusnahkan, dan yang impor masuk penjara, saya nggak dapat duit, nggak didenda, saya rugi,” ujar Purbaya seperti dikutip Kompas.com, 22 Oktober 2025.

Purbaya menegaskan bahwa paradigma penegakan hukum harus disertai dimensi ekonomi. Jika negara hanya menghukum tanpa mekanisme kompensasi fiskal, publik justru menanggung dua kerugian sekaligus: biaya pemusnahan dan biaya pemeliharaan narapidana. “Cuma ngeluarin ongkos untuk memusnahkan barang itu, tambah ngasih makan orang-orang yang di penjara itu,” ujarnya dengan nada realistis, seperti dilaporkan DetikFinance, 22 Oktober 2025. Karena itu, ia mengusulkan agar pelanggar juga dijatuhi denda agar ada efek jera sekaligus pemasukan negara.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Langkah ini, menurut pengamat kebijakan fiskal dari Universitas Gadjah Mada, Tri Wibowo Santoso, menunjukkan reformasi cara berpikir birokrasi fiskal Indonesia. “Kebijakan ini menarik karena menempatkan penegakan hukum dalam kerangka efisiensi fiskal. Negara tak hanya menjadi hakim, tapi juga pengelola rasional sumber daya,” ujarnya saat dihubungi Tempo.co, 23 Oktober 2025.

Namun di balik ide yang tampak sederhana ini, ada logika fiskal yang matang. Purbaya paham, persoalan di lapangan jauh lebih rumit dari sekadar urusan “barang bekas ilegal”. Di Batam misalnya, arus barang dari Singapura kerap menggunakan manifest legal yang dimanipulasi. Barang-barang seperti pakaian, sepatu, komputer, hingga furnitur bekas disamarkan sebagai produk baru. “Kita tahu banyak barang masuk dari Singapura pakai akal-akalan. Daftarnya barang baru, padahal bekas. Ini bukan cuma soal bea cukai, tapi soal mentalitas dagang yang harus kita ubah,” ujar seorang pejabat DJBC wilayah Batam kepada Bisnis Indonesia, 22 Oktober 2025.

Di balik pendekatan denda, ada semangat rekonstruksi cara pandang. Bagi Purbaya, negara bukan hanya penegak hukum, tetapi juga manajer sumber daya. Setiap pelanggaran ekonomi, baginya, adalah pelajaran sekaligus peluang memperkuat kas negara. “Kita ingin hukuman yang menimbulkan efek jera tapi tidak membuat negara rugi,” tegasnya dalam pernyataan tertulis yang dirilis Viva.co.id, 22 Oktober 2025.

Langkah ini bukan tanpa preseden. Banyak negara maju telah menempuh jalur serupa, seperti Korea Selatan dan Jerman, yang menempatkan pelanggaran impor di bawah yurisdiksi fiskal dengan mekanisme denda progresif. Tujuannya bukan hanya menghukum, melainkan menginternalisasi biaya sosial dan ekonomi ke pelaku. “Denda fiskal adalah cara mengubah pelanggaran menjadi pelajaran finansial. Pelaku merasa rugi, negara diuntungkan, publik terlindungi,” kata Tri Wibowo.

Baca Juga:  Polres Metro Jakarta Utara Gelar Apel Pengamanan Tempat Wisata Ancol di Hari Idul Fitri 1446 H

Dari sisi ekonomi mikro, pendekatan ini juga jauh lebih efisien. Pemusnahan barang bekas memerlukan biaya logistik, tenaga, dan waktu yang tidak sedikit. Di sisi lain, produk bekas masih memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan kembali, misalnya untuk industri daur ulang. Dengan penerapan denda, pelaku tetap menanggung beban finansial tanpa menambah biaya negara, sementara mekanisme redistribusi barang dapat diatur secara lebih bijak dan berkelanjutan.

Selain itu, kebijakan ini memberi pesan penting kepada publik: bahwa penegakan hukum tidak harus identik dengan kerugian negara. Negara yang cerdas bukan hanya menghukum, tapi juga menghitung. Dalam konteks ini, langkah Purbaya dapat dilihat sebagai bagian dari reformasi struktural fiskal menuju efisiensi dan rasionalitas anggaran.

Purbaya, yang memiliki latar belakang ekonomi makro dan pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dikenal sebagai figur teknokrat yang pragmatis dan berbasis data. Ia tak segan menantang status quo birokrasi jika dianggap tidak efisien. “Negara harus berpikir seperti perusahaan besar: setiap kebijakan harus memberikan manfaat dan mengurangi pemborosan,” katanya seperti dikutip CNNIndonesia.com, 23 Oktober 2025.

Sikap lugas itu mendapat apresiasi dari kalangan dunia usaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Indonesia (APDUI), Haryanto Widodo, menilai kebijakan ini membuka ruang kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri dalam menangani limbah tekstil impor. “Dengan adanya denda, pemerintah punya dana tambahan yang bisa diarahkan untuk membangun fasilitas daur ulang. Itu kebijakan yang win-win,” ujarnya kepada Kontan.co.id, 22 Oktober 2025.

Selain berdampak fiskal, kebijakan denda juga memperkuat posisi Indonesia dalam tata kelola perdagangan global. Dunia internasional semakin menuntut penerapan prinsip circular economy—di mana limbah bukan hanya dibuang, tetapi dikembalikan ke rantai nilai ekonomi. Purbaya tampak memahami tren ini dengan baik. “Kita tidak bisa terus memusnahkan barang. Kita harus ubah pola pikir menjadi pemanfaatan kembali yang bertanggung jawab,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, dilansir Republika.co.id, 23 Oktober 2025.

Dengan pendekatan ini, kebijakan fiskal beririsan langsung dengan kebijakan lingkungan dan sosial. Denda bukan semata hukuman finansial, melainkan insentif moral bagi pelaku ekonomi untuk lebih jujur dan berkelanjutan. Negara memperoleh pendapatan, masyarakat terlindungi, dan bumi tidak semakin tercemar oleh pemusnahan massal.

Di era ekonomi berkelanjutan, ukuran kemajuan bukan lagi pada banyaknya yang dibuang, melainkan pada seberapa sedikit yang disia-siakan. Purbaya seolah ingin mengingatkan: kebijakan fiskal juga bisa menjadi bagian dari etika ekologis.

Pada akhirnya, langkah Purbaya adalah refleksi dari pemerintahan yang ingin cerdas menghukum dan hemat dalam menegakkan aturan. Ia memahami bahwa ketegasan hukum tidak harus diukur dari berapa banyak orang masuk penjara, tetapi dari seberapa besar sistem menjadi lebih adil dan efisien.

Kebijakan denda bagi importir pakaian bekas bukan sekadar inovasi teknis, melainkan wujud kematangan berpikir fiskal yang menyeimbangkan antara disiplin hukum dan kecerdasan ekonomi. Jika dijalankan konsisten, kebijakan ini bisa menjadi model penanganan pelanggaran ekonomi lain mengubah pelanggaran menjadi peluang, dan kerugian menjadi sumber kemanfaatan publik.

Dwi Taufan Hidayat

Berita Terkait

Air Bersih, Upeti, dan Kekacauan Regulasi: Menguliti Polemik PAM JAYA-PPK Kemayoran
Duit Sitaan Koruptor, Ujian Janji Keadilan
Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia
Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”
Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara
Pertumbuhan 5 Persen, Tapi Siapa yang Untung?
Pahlawan atau Pengampunan Politik yang Tertunda
Pengamat Hukum Didi Sungkono: Pemimpin yang Ditolak Rakyat Sebaiknya Mundur Secara Ksatria
Berita ini 5 kali dibaca
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Kamis, 6 November 2025 - 04:03

Air Bersih, Upeti, dan Kekacauan Regulasi: Menguliti Polemik PAM JAYA-PPK Kemayoran

Kamis, 6 November 2025 - 03:30

Duit Sitaan Koruptor, Ujian Janji Keadilan

Rabu, 5 November 2025 - 19:27

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Rabu, 5 November 2025 - 19:03

Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”

Rabu, 5 November 2025 - 17:56

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Rabu, 5 November 2025 - 17:24

Pahlawan atau Pengampunan Politik yang Tertunda

Selasa, 4 November 2025 - 16:56

Pengamat Hukum Didi Sungkono: Pemimpin yang Ditolak Rakyat Sebaiknya Mundur Secara Ksatria

Selasa, 4 November 2025 - 16:29

UIN Jakarta Kucurkan Rp2,85 Miliar Beasiswa untuk Dosen dan Tendik: Dorong Kualitas SDM dan Layanan Kampus

Berita Terbaru

Hukum

Duit Sitaan Koruptor, Ujian Janji Keadilan

Kamis, 6 Nov 2025 - 03:30

Berita

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Rabu, 5 Nov 2025 - 19:27

Berita

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:56

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x