Jakarta, Majalahjakarta.com – Pernyataan bahwa PPK Kemayoran “di mata hukum publik tidak ada yang bisa sentuh” bukan sekadar kekeliruan terminologis – ia mencerminkan problem struktural dalam cara kita memaknai kewenangan lembaga negara dalam sistem hukum Indonesia. Bagi Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal (PPNT Jakarta), yang konsen pada advokasi kebijakan publik, klaim semacam ini perlu diluruskan karena berbahaya: ia memberi sinyal bahwa ada entitas negara yang secara de facto berdiri di luar supremasi hukum – sebuah situasi yang harus ditentang dalam negara hukum.
Sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Sekretariat Negara (Setneg), PPK Kemayoran jelas berada dalam kerangka hukum publik Indonesia. Artinya: klaim “tak bisa disentuh” tidak hanya salah, tetapi juga menodai prinsip dasar negara hukum (rechtstaat). Mari kita uraikan fakta-fakta yang membantah mitos tersebut, lalu tunjukkan implikasinya bagi pengelolaan aset publik dan akuntabilitas pemerintahan.
1. Landasan Hukum dan Status Lembaga
PPK Kemayoran merupakan satuan kerja di bawah Kementerian Sekretariat Negara, dengan status sebagai BLU yang diatur melalui regulasi seperti Peraturan Menteri Sekretariat Negara No.10 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPK Kemayoran.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, regulasi lainnya seperti Peraturan Menteri Keuangan No.129/PMK.05/2020 menyatakan bahwa PPK Kemayoran adalah BLU yang berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara.
Sebagai BLU, regulasi seperti PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menjadi relevan – yang menegaskan bahwa badan layanan umum harus mengelola keuangan dan aset secara transparan dan akuntabel.
Dengan demikian, PPK Kemayoran bukan lembaga “luar sistem”, melainkan berada di bawah kerangka regulasi publik yang jelas.
Implikasi: Karena ada basis regulasi yang jelas, maka PPK Kemayoran tidak bisa diklaim “tak tersentuh hukum”. Ia justru berada dalam garis pengawasan dan akuntabilitas publik.
2. Mekanisme Pengaduan, Somasi dan Gugatan Hukum Terhadap PPK Kemayoran
Ada bukti bahwa PPK Kemayoran pernah menjadi subjek gugatan. Sebagai contoh: dalam laman resmi PPK Kemayoran sendiri dicatat “Gugatan Lahan Kemayoran” – penggugat menuntut ganti rugi terhadap PPK Kemayoran sebesar Rp 583.350.000.000 namun “Amar Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa gugatan penggugat ditolak untuk seluruhnya…”.
Fakta ini menunjukkan bahwa:
(a) ada pihak yang secara resmi melayangkan tuntutan terhadap PPK Kemayoran;
(b) proses pengadilan berjalan;
(c) PPK Kemayoran sebagai badan publik bisa menjadi objek gugatan.
Dengan demikian, klaim bahwa “tidak ada yang bisa menyentuh” adalah keliru: ada jalur hukum yang terbuka – bahkan jika hasilnya tidak selalu dimenangkan oleh penggugat.
Implikasi: Mekanisme pengaduan dan litigasi terhadap PPK Kemayoran eksis. Narasi bahwa lembaga ini tak tersentuh adalah narasi pelemah akuntabilitas publik.
3. Keterlibatan dalam Proses Hukum dan Aset Negara
Cari di direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terdapat entri pencarian “kemayoran” atau “ppkk” (kemungkinan berkaitan dengan PPK Kemayoran) yang menunjukkan bahwa kawasan Kemayoran pernah menjadi objek persidangan.
Misalnya, media menyebutkan bahwa PPK Kemayoran (atau badan terkait aset negara di Kemayoran) terlibat dalam audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK). Laporan Rapat Kerja Komisi II DPR menyebut bahwa “Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK-RI telah dilakukan audit terhadap seluruh perjanjian yang ada di PPK Kemayoran sebanyak 87 perjanjian.”
Fakta bahwa ada audit BPK menandakan bahwa PPK Kemayoran berada dalam lingkup pengawasan lembaga negara. Artinya: tunduk pada mekanisme kontrol eksternal.
Implikasi: Keterlibatan dalam proses hukum dan pengawasan menunjukkan adanya hubungan lembaga dengan sistem hukum – bukan kebal terhadapnya.
4. Pengawasan dan Akuntabilitas Struktural
Sebagai badan di bawah Setneg, PPK Kemayoran disubordinasikan kepada Kementerian Sekretariat Negara dan harus menjalankan tugas sesuai regulasi internal, tata kerja, dan pertanggungjawaban keuangan publik. Laman resmi menyebut PPK Kemayoran sebagai “Badan Layanan Umum … satuan kerja di bawah Kementerian Sekretariat Negara RI …”
Regulasi yang relevan seperti PMK 105/PMK.05/2021 tentang tarif layanan BLU PPK Kemayoran juga menegaskan bahwa aktivitas layanan mereka diatur secara finansial oleh pemerintah.
Audit BPK atas perjanjian PPK Kemayoran (seperti angka “87 perjanjian”) menunjukkan bahwa ada kewajiban pertanggungjawaban eksternal.
Implikasi: Pengawasan struktural dari Kementerian dan lembaga negara menunjukkan bahwa PPK Kemayoran bukan “zona bebas hukum” – melainkan berada di garis lurus akuntabilitas publik.
5. Analisis Kritik: Bahaya Narasi “Kebal Hukum”
Narasi bahwa institusi publik seperti PPK Kemayoran “tidak bisa disentuh” membawa sejumlah bahaya nyata:
Merusak kepercayaan publik: Bila publik percaya bahwa ada entitas negara yang tak tersentuh hukum, kepercayaan terhadap sistem hukum dan pemerintahan akan terkikis.
Membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan: Jika lembaga dipercaya sebagai “tak tersentuh”, maka kontrol sosial dan hukum bisa melemah-yang bisa memunculkan praktik kelalaian, korupsi, atau penataan yang tidak transparan.
Melanggar prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law): Dalam teori dan praktik negara hukum, semua entitas-termasuk lembaga publik-tidak boleh berada di atas hukum. Narasi sebaliknya menegasikan prinsip tersebut.
Menghambat advokasi kebijakan publik efektif: Bagi organisasi seperti PPNT Jakarta, narasi “tak tersentuh” menjadi hambatan untuk menjalankan tugas advokasi: bagaimana meminta pertanggungjawaban jika dikira “tak bisa disentuh”?
6. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan dan langkah rekomendatif:
Kesimpulan: PPK Kemayoran adalah badan publik yang jelas berada dalam kerangka regulasi hukum Indonesia – tunduk pada regulasi BLU, pengawasan keuangan publik, dan memiliki catatan keterlibatan dalam proses hukum. Oleh sebab itu, pernyataan bahwa “tidak ada yang bisa menyentuh” adalah mitos yang harus dilawan.
Rekomendasi Kebijakan:
1. Perkuat mekanisme transparansi PPK Kemayoran – publikasi rutin laporan kinerja, laporan keuangan, audit pihak ketiga.
2. Mendorong lembaga pengaduan dan akses litigasi masyarakat terhadap PPK Kemayoran agar jalur hukum menjadi lebih mudah diakses.
3. Memastikan bahwa narasi publik mengenai lembaga publik tidak membangun kesan imunitas – kampanye kesadaran bahwa lembaga publik pun bisa dipertanggungjawabkan.
4. Mendorong kolaborasi antara PPNT Jakarta dan lembaga pengawas (seperti BPK, Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk membuat pemantauan independen atas pengelolaan aset di kawasan Kemayoran.
Arthur Noija SH
Fhoto:ID Investor Daily

















