Surabaya, Majalahjakarta.com – Di tengah menguatnya kekhawatiran atas krisis moral dan memudarnya semangat nasionalisme, suara lantang “Indonesia Raya” dalam tiga stanza akan kembali menggema dari Museum dan Makam Wage Rudolf Soepratman, Surabaya, Selasa (28/10/2025).
Gema itu bukan sekadar peringatan, melainkan panggilan nurani bangsa untuk kembali memahami makna sejati dari lagu kebangsaan yang telah berusia 97 tahun.
Kegiatan yang digagas komunitas pecinta Indonesia ini dimulai dari Museum WR Soepratman dan dilanjutkan ke area makam. Suasana haru bercampur khidmat ketika biola mulai dimainkan-alat musik yang dulu menjadi saksi kelahiran lagu pemersatu bangsa itu.
Ketua panitia, Rudy T. Mintarto, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sebatas seremoni tahunan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita tidak boleh berhenti di satu bait. Di tiga stanza, Soepratman menulis seluruh roh perjuangan bangsa — tentang tanah air, pengorbanan, dan kemajuan. Dengan menyanyikannya penuh, kita memanggil kembali jiwa kebangsaan yang mulai pudar,” ujarnya.
Rudy mengatakan, pemilihan makam WR Soepratman sebagai lokasi utama mengandung pesan simbolik: bahwa perjuangan tak selalu lahir dari gelanggang perang.
“Beliau tidak berperang dengan senjata, tapi dengan biola dan pena. Lagu Indonesia Raya lahir dari hati yang tulus dan pikiran yang merdeka,” katanya.
Penasihat program, Prof. Dr. Siswanto, menilai bahwa pengabaian terhadap dua stanza berikutnya membuat bangsa kehilangan sebagian besar nilai moral yang terkandung dalam karya Soepratman.
“Bait kedua dan ketiga berisi ajaran pengorbanan, tanggung jawab, dan semangat persatuan. Jika hanya satu stanza yang dinyanyikan, kita kehilangan ruh moral dari lagu kebangsaan,” tuturnya.
Sementara itu, Rokimdakas, sekretaris dan perancang acara, menjelaskan bahwa kegiatan dikemas dalam nuansa reflektif dan estetis—melalui musik biola, pidato kebangsaan, pembacaan puisi perjuangan, dan ritual slametan.
“Kami ingin masyarakat melihat bahwa patriotisme bukan slogan. Ia hidup melalui seni dan budaya yang jujur, seperti yang dilakukan Soepratman,” ujar Rokim.
Wage Rudolf Soepratman, lahir pada 9 Maret 1903 dan wafat 17 Agustus 1938, dikenal sebagai sosok idealis yang mengabdikan hidupnya bagi pendidikan dan pers. Ia menciptakan lagu yang menyatukan bangsa di tengah penjajahan-sebuah karya abadi yang kemudian mengantarkannya meraih gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputra Utama.
Gema Indonesia Raya tiga stanza dari makamnya di Surabaya menjadi simbol kebangkitan nurani bangsa. Di tengah zaman yang mudah tergoda kekuasaan dan pragmatisme, gema itu mengingatkan: kemerdekaan sejati hanya hidup jika rakyat setia pada nilai moral, persatuan, dan kejujuran sejarah. (Redho)

















