Green Collateral Sebagai Manifestasi Kesaktian Pancasila Dalam Ekonomi

- Penulis

Kamis, 2 Oktober 2025 - 10:20

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

Jakarta, Majalahjakarta.com – Setiap 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Pertanyaan yang kerap muncul: apakah Pancasila masih sakti? Jawabannya, masih. Buktinya, setiap upaya mengganti dasar negara selalu berujung pada kegagalan. Kesaktian itu kini bukan lagi sekadar simbol ideologis, melainkan pijakan untuk menegaskan arah pembangunan nasional, termasuk dalam bidang ekonomi.

Di tengah gempuran liberalisme yang menempatkan warga negara hanya sebagai objek pasar, serta bahaya etatisme yang membelenggu kreativitas, hadir gagasan ekonomi Pancasila. Sistem ini bertumpu pada semangat gotong royong, kebijaksanaan, dan kepemilikan bersama demi kesejahteraan rakyat.

Salah satu gagasan turunannya adalah konsep green collateral, bukan sebagai produk finansial asing, melainkan bentuk pengakuan bahwa kekayaan rempah dan herbal Nusantara adalah aset hijau yang dapat dijadikan jaminan kedaulatan ekonomi bangsa. Inilah bentuk kesaktian Pancasila hari ini: menjawab tantangan modern dengan solusi yang berpijak pada kearifan lokal dan cita-cita keadilan sosial.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konsep green collateral dimaknai sebagai jaminan ekonomi hijau berbasis rempah dan herbal. Bukan sekadar komoditas dagang, rempah dan herbal sesungguhnya merupakan DNA asli Nusantara yang sejak berabad-abad lalu menjadi rebutan imperium global.

Dengan pengelolaan berbasis paradigma ekonomi Pancasila, rempah dan herbal dapat bertransformasi menjadi instrumen strategis dalam pembiayaan pembangunan nasional. Konsep ini menawarkan alternatif nyata untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, sekaligus menegaskan bahwa Presiden tidak perlu berkeliling dunia sekadar mencari bantuan.

Lebih dari itu, rempah dan herbal berpotensi menjadi instrumen keuangan yang menegakkan kedaulatan, serta sumber baru kemartabatan bangsa. Inilah wajah baru ekonomi Pancasila yang tidak hanya menghidupkan pasar, tetapi juga mengangkat harkat Indonesia di mata dunia.

Ekonomi Pancasila menjadi landasan penting dalam meneguhkan kesaktian Pancasila sekaligus mengaktualisasikan kedaulatan warga negara. Nilai-nilainya memberi arah yang jelas: bumi, air, udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kekayaan alam itulah yang sejatinya merupakan aset strategis bangsa. Ia bukan hanya sumber kesejahteraan, tetapi juga produk unggulan yang memiliki daya tawar global. Bahkan, dalam konteks perdagangan internasional, kekayaan tersebut bisa menjadi modal “perang dagang” yang menempatkan Indonesia pada posisi lebih bermartabat di mata dunia.

Dengan demikian, ekonomi Pancasila tidak sekadar gagasan abstrak, melainkan instrumen nyata untuk memastikan sumber daya Nusantara dikelola secara berdaulat demi kepentingan seluruh warga negara.

Rempah dan herbal sesungguhnya merupakan perwujudan nyata Pasal 33 UUD 1945, yang selama ini kerap terabaikan dalam kerangka pembangunan nasional. Jika keduanya dijadikan green collateral, maka bangsa ini tidak lagi berbicara soal tanah yang digadaikan ke asing, melainkan tanah warga negara sendiri yang menjadi basis produksi, sumber kesejahteraan, serta kapital yang menyentosakan.

Dengan menjadikan rempah dan herbal sebagai green collateral, negara sesungguhnya mengembalikan kedaulatan ekonomi pada jalurnya. Rempah tidak lagi hanya dipandang sebagai bahan ekspor, herbal pun bukan sekadar komoditas kesehatan, tetapi keduanya berfungsi sebagai jaminan strategis yang berpijak pada kekuatan rakyat dan tanah Nusantara.

Baca Juga:  Ketika Rel Cepat Menyalip Nalar Publik

Konsep ini menawarkan alternatif cerdas sekaligus menolak praktik neoliberalisme yang menjadikan utang dan privatisasi sebagai jalan tunggal pembangunan. Sebaliknya, green collateral menjadi bukti bahwa Indonesia masih memiliki modal asli untuk bangkit mandiri—modal azali yang mampu mengukuhkan kedaulatan sekaligus membuka jalan menuju kepemimpinan peradaban.

Secara praktis, penguatan rempah dan herbal sebagai green collateral dapat diwujudkan melalui sistem pembiayaan hijau berbasis koperasi dan BUMN strategis. Instrumen seperti obligasi hijau berbasis rempah, dana abadi herbal, hingga cadangan devisa yang disandarkan pada komoditas ini akan membuka ruang fiskal yang lebih sehat. Dengan mekanisme tersebut, Indonesia tak lagi harus bergantung pada utang luar negeri yang kerap menjadi jebakan kolonialisme gaya baru.

Dari sisi geopolitik, green collateral berbasis rempah dan herbal juga memperkuat posisi Indonesia di tengah pergeseran ekonomi global. Saat dunia mencari alternatif energi, pangan, dan kesehatan yang berkelanjutan, Nusantara justru memiliki modal sejarah dan kekayaan hayati yang nilainya terbukti sejak era kolonial. Dengan menjadikannya strategi nasional, Indonesia bukan hanya mampu bertahan, tetapi juga berpotensi mengendalikan arah perdagangan global.

Lebih jauh, jika rempah dan herbal dikelola melalui sebuah badan negara khusus, maka perannya tidak sekadar memenuhi standar kualitas dunia. Indonesia bisa naik kelas menjadi barometer global dalam tata kelola, kualitas, hingga perdagangan rempah-herbal. Dengan modal historis, geografis, dan biodiversitas yang dimiliki, Indonesia berpeluang tampil sebagai megabio nation—pusat rujukan dunia bagi industri rempah dan herbal.

Dengan keberadaan badan khusus, Indonesia tidak lagi sekadar menjadi pemasok bahan mentah, melainkan pemegang kendali dalam menentukan harga, standar, dan arah pasar internasional. Inilah bentuk nyata kedaulatan ekonomi: berdiri di atas kekuatan hayati tanah sendiri, sekaligus berdaulat mengatur ritme pasar dunia.

Penerapan Warehouse Receipt System (WRS) pada komoditas rempah dan herbal menjadi langkah strategis dalam memperkuat kedaulatan tersebut. Skema ini memungkinkan petani dan pelaku usaha menghindari praktik “jual cepat” dengan harga rendah saat panen raya. Melalui gudang bersertifikat, hasil panen dapat disimpan dan ditukar dengan resi yang diakui perbankan sebagai jaminan pembiayaan. Penjualan pun bisa ditunda hingga harga global lebih menguntungkan.

Sistem ini akan diawasi langsung oleh badan negara khusus yang menangani rempah dan herbal, terintegrasi dengan bursa komoditas. Dengan begitu, mekanisme perdagangan berjalan transparan, membuka akses ke perdagangan berjangka, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat megabiodiversity dan barometer harga rempah-herbal dunia.

Pada akhirnya, kesaktian Pancasila hanya bermakna jika diwujudkan dalam kebijakan konkret. Menjadikan rempah dan herbal sebagai green collateral adalah langkah strategis yang menegaskan bahwa kedaulatan ekonomi bukanlah utopia, melainkan realitas yang berakar pada tanah rakyat.

Inilah kesaktian sejati: menjadikan warisan Nusantara sebagai pilar ekonomi hijau, berkeadilan, dan berkelanjutan. Untuk itu, Rancangan Undang-Undang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial (RUU-PNKS) hadir sebagai instrumen hukum agar nilai-nilai Pancasila benar-benar hidup dalam sistem ekonomi Indonesia. Kini, bukan nanti.

Yudhie Haryono (Presidium Forum Negarawan)
Agus Rizal (Ekonom Univ MH Thamrin

Berita Terkait

Air Bersih, Upeti, dan Kekacauan Regulasi: Menguliti Polemik PAM JAYA-PPK Kemayoran
Duit Sitaan Koruptor, Ujian Janji Keadilan
Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia
Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”
Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara
Pertumbuhan 5 Persen, Tapi Siapa yang Untung?
Pahlawan atau Pengampunan Politik yang Tertunda
UIN Jakarta Kucurkan Rp2,85 Miliar Beasiswa untuk Dosen dan Tendik: Dorong Kualitas SDM dan Layanan Kampus
Berita ini 12 kali dibaca
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Kamis, 6 November 2025 - 04:03

Air Bersih, Upeti, dan Kekacauan Regulasi: Menguliti Polemik PAM JAYA-PPK Kemayoran

Kamis, 6 November 2025 - 03:30

Duit Sitaan Koruptor, Ujian Janji Keadilan

Rabu, 5 November 2025 - 19:27

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Rabu, 5 November 2025 - 19:03

Mengurai Mitos Kebal Hukum: Ketika Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) Dikatakan “Tak Tersentuh”

Rabu, 5 November 2025 - 17:56

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Rabu, 5 November 2025 - 17:24

Pahlawan atau Pengampunan Politik yang Tertunda

Selasa, 4 November 2025 - 16:56

Pengamat Hukum Didi Sungkono: Pemimpin yang Ditolak Rakyat Sebaiknya Mundur Secara Ksatria

Selasa, 4 November 2025 - 16:29

UIN Jakarta Kucurkan Rp2,85 Miliar Beasiswa untuk Dosen dan Tendik: Dorong Kualitas SDM dan Layanan Kampus

Berita Terbaru

Hukum

Duit Sitaan Koruptor, Ujian Janji Keadilan

Kamis, 6 Nov 2025 - 03:30

Berita

Darurat Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Rabu, 5 Nov 2025 - 19:27

Berita

Rampas Uang, Tutup Mata Korupsi Negara

Rabu, 5 Nov 2025 - 17:56

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x