Belu, Majalahjakarta.com – Dunia pendidikan di Kabupaten Belu kembali tercoreng oleh perilaku tidak pantas dari seorang pejabat publik. Seorang kepala dinas, yang seharusnya menjadi contoh moral dan keteladanan sosial, justru diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap siswa serta merusak fasilitas sekolah di SMKN 1 Atambua, Rabu (29/10/2025).
Insiden itu memantik kemarahan publik. Bukan hanya karena terjadi di lingkungan sekolah – ruang yang seharusnya aman bagi anak-anak untuk belajar dan bertumbuh – tetapi karena pelakunya adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Belu, VKL, S.T., sosok yang mewakili wajah pemerintah daerah di mata masyarakat.
Kronologi Kekerasan: Dari Konflik Siswa ke Aksi Anarkis Pejabat
Menurut Vinsensius Darius Taek, Pelaksana Tugas Kepala SMKN 1 Atambua, peristiwa bermula dari perkelahian kecil antar siswa di luar sekolah. Pihak sekolah sudah menangani persoalan itu secara internal melalui pembina kesiswaan. Namun situasi berubah kacau ketika seorang “orang tua asuh” dari salah satu siswa datang ke sekolah dan langsung melakukan aksi kekerasan tanpa izin pihak sekolah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masalah ini sebenarnya sudah diselesaikan secara internal. Tapi pihak luar, yang ternyata seorang pejabat publik, datang dan melakukan tindakan kekerasan di lingkungan sekolah,” ujar Vinsen Taek dengan nada kecewa.
Akibat insiden itu, dua siswa diduga menjadi korban pemukulan oleh Kadis Perindustrian dan Perdagangan Belu, sementara satu siswa lainnya mengalami luka akibat tindakan anak asuh pejabat tersebut. Sejumlah fasilitas sekolah seperti kursi, meja, dan pot bunga rusak akibat amukan tersebut.
“Apalagi dilakukan oleh pejabat publik. Ini bukan hanya melanggar norma sosial, tapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tambah Vinsen.
Pihak sekolah bersama keluarga korban telah melaporkan kejadian ini ke SPKT Polres Belu.
“Sesuai arahan Dinas Pendidikan Provinsi NTT, kami menempuh jalur hukum. Semua laporan dan bukti sedang kami lengkapi,” tegas Vinsen.
Tinjauan Hukum: Kekerasan sebagai Pelanggaran Pidana
Secara hukum, tindakan pemukulan terhadap siswa dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP, dengan ancaman pidana hingga dua tahun delapan bulan penjara, atau lima tahun bila menyebabkan luka berat.
Selain itu, tindakan perusakan fasilitas sekolah termasuk pelanggaran Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang milik orang lain, yang juga diancam dengan hukuman pidana maksimal dua tahun delapan bulan.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan VKL bukan sekadar pelanggaran moral, melainkan perbuatan yang memiliki konsekuensi hukum nyata dan dapat diproses secara pidana.
Perspektif Etika: ASN dan Krisis Keteladanan
Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), perbuatan tersebut mencederai nilai dasar birokrasi yang seharusnya menjadi teladan integritas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, setiap pejabat publik wajib menunjukkan perilaku profesional, berintegritas, dan bebas dari kekerasan fisik maupun verbal.
Tindakan tersebut juga tergolong pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Disiplin ASN, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021.
Kekerasan oleh pejabat terhadap siswa menunjukkan adanya kegagalan mendasar dalam pembinaan moral aparatur negara. Pejabat yang seharusnya menjadi model perilaku justru menampilkan wajah represif dan emosional di ruang pendidikan – ruang yang seharusnya menjadi tempat tumbuhnya karakter, bukan trauma.
Refleksi: Krisis Keteladanan dalam Birokrasi Pendidikan
Kasus ini menyingkap satu persoalan lebih besar: krisis keteladanan pejabat publik di ruang sosial pendidikan.
Ketika pejabat yang diberi mandat melindungi masyarakat justru melanggar norma-norma dasar kemanusiaan, kepercayaan publik pada pemerintah ikut terkikis.
Institusi pendidikan bukan tempat bagi ego kekuasaan. Ia adalah arena pembentukan moral dan karakter bangsa. Karena itu, kekerasan sekecil apa pun—terlebih oleh pejabat negara—adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai dasar pendidikan itu sendiri.
Sampai berita ini diterbitkan, Tempo masih berupaya menghubungi Kadis Disperindag Belu VKL untuk mendapatkan tanggapan resmi terkait laporan dugaan penganiayaan tersebut. Pesan dan panggilan ke nomor pribadinya belum mendapat respons. (Lukas)

















