Pematangsiantar, Majalahjakarta.com -Subuh yang seharusnya tenang berubah mencekam di Gang Udang, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Pardomuan, Kecamatan Siantar Timur, Rabu (29/10/2025) sekitar pukul 04.00 WIB. Api melahap rumah permanen tiga lantai milik Jubagner Pangaribuan, dan dalam hitungan menit, kobaran itu menelan satu nyawa: seorang anak berusia 12 tahun, keponakan pemilik rumah.
Polres Pematangsiantar melalui personel Piket SPKT, Satfung, dan Polsek Siantar Timur merespons cepat laporan warga. Kapolsek Siantar Timur IPTU Edy J.J. Manalu, SH., MH., menjelaskan, api pertama kali terlihat dari lantai satu rumah korban. Saksi mata yang melihat kepulan asap sempat berteriak membangunkan warga, namun barang-barang mudah terbakar membuat api cepat menjalar hingga ke lantai dua dan tiga.
Enam unit mobil Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Pematangsiantar dan empat unit Damkar PT STTC diterjunkan ke lokasi. Sekitar pukul 07.00 WIB, api berhasil dipadamkan. Namun seorang anak ditemukan meninggal dunia akibat sesak napas karena keracunan gas monoksida, sementara tiga mobil, empat sepeda motor, dan dua betor hangus terbakar. Kerugian material ditaksir mencapai Rp3 miliar. Dugaan sementara, sumber api berasal dari korsleting listrik di lantai satu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski kepolisian dan Damkar bergerak cepat, kebakaran ini kembali menyoroti masalah klasik tata kelola kota dan keselamatan permukiman padat di daerah perkotaan. Dalam konteks kebijakan publik, insiden ini mencerminkan lemahnya mitigasi risiko kebakaran di kawasan pemukiman vertikal dan gang sempit-wilayah yang sering terabaikan dalam perencanaan tata ruang kota.
Kebijakan tentang Sistem Proteksi Kebakaran Lingkungan (SPKL) yang diatur dalam Permen PUPR No. 26 Tahun 2008 semestinya menjadi acuan daerah. Namun, faktanya, banyak rumah padat di perkotaan dibangun tanpa jalur evakuasi, tanpa sistem alarm, dan tanpa edukasi dasar penanggulangan kebakaran bagi warga.
“Respons cepat memang penting, tapi pencegahan jauh lebih menentukan,” ujar seorang pemerhati tata ruang lokal yang enggan disebut namanya. “Kebakaran semacam ini bukan hanya tragedi keluarga, melainkan cermin dari gagalnya kebijakan pembangunan yang humanis dan berorientasi keselamatan.”
Pemerintah Kota Pematangsiantar kini diharapkan tidak hanya berhenti pada investigasi penyebab, melainkan mengevaluasi menyeluruh standar keamanan instalasi listrik, jarak antara bangunan, serta kesiapan komunitas warga dalam menghadapi bencana domestik.
Karena setiap kobaran api di gang sempit bukan sekadar berita, melainkan alarm keras bagi kebijakan kota yang belum matang menghadapi risiko urban modern.
LV Sinaga

















