Surakarta, Majalahjakarta.com – Asap tipis mengepul dari dapur sederhana di halaman Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jumat (24/10) pagi. Relawan berseragam putih sibuk menyiapkan menu bergizi untuk anak-anak sekolah. Dari tempat inilah Muhammadiyah memulai langkah besar: meluncurkan 105 Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai bagian dari Program Makan Bergizi Muhammadiyah (MBM).
Muhammadiyah dan Gerakan Gizi Anak Bangsa
Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi saksi lahirnya gerakan besar di bidang kesehatan masyarakat. Melalui Program Makan Bergizi Muhammadiyah (MBM), organisasi Islam tertua di Indonesia itu menegaskan komitmennya untuk ikut menyehatkan dan mencerdaskan anak bangsa.
Program ini tidak hanya menyediakan makanan, melainkan juga menyebarkan kesadaran pentingnya gizi seimbang. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyebut inisiatif ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat sumber daya manusia Indonesia sejak usia dini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Program MBM bukan semata memberi makan, tetapi menyehatkan dan meningkatkan kualitas gizi anak bangsa. Semangatnya itu, bersama meningkatkan gizi anak bangsa agar anak-anak kita tumbuh tinggi, sehat, dan cerdas,” ujar Haedar di hadapan sivitas akademika UMS.
Kolaborasi dan Sinergi dengan Pemerintah
Program MBM dirancang sejalan dengan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah. Haedar menilai, kebijakan tersebut mencerminkan political will yang baik, dan Muhammadiyah merasa terpanggil untuk berada di barisan depan dalam implementasinya.
“Kami melihat program MBG dari pemerintah ini sebagai kebijakan yang progresif. Karena itu Muhammadiyah harus mendukung dan melengkapi, agar manfaatnya meluas dan berkelanjutan,” ucapnya.
Haedar menambahkan, jauh sebelum program pemerintah diluncurkan, sekolah-sekolah Muhammadiyah sudah menjalankan kegiatan serupa, meski dengan biaya mandiri.
“Bahkan di beberapa sekolah Muhammadiyah ada praktik makan bergizi, walau umumnya masih berbayar. Tapi sekolah-sekolah yang tidak berbayar, siapa yang melayani? Muhammadiyah bisa, tapi fokus kami membangun amal usaha dan gerak dakwah di kawasan terjauh dan tertinggal,” katanya.
105 Dapur dan Model Implementasi
Ketua Koordinator Nasional MBM, M. Nurul Yamien, menjelaskan bahwa 105 Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi di berbagai wilayah Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 30 dapur menggunakan model sekolah, sedangkan sisanya dikembangkan di kampus, panti asuhan, dan lingkungan masyarakat umum.
“Ada model kampus untuk mahasiswa, sekolah untuk anak-anak, panti asuhan untuk anak terlantar, dan model umum untuk masyarakat sekitar,” terang Yamien.
Setiap dapur memiliki sistem kerja berbeda, tetapi berbagi semangat yang sama: menyediakan menu sehat berbasis bahan pangan lokal, menanamkan pendidikan gizi, serta memberdayakan petani dan pelaku usaha kecil di sekitarnya. Dengan demikian, program ini tidak hanya menyehatkan anak-anak, tetapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat.
“Kami ingin setiap piring makanan bergizi juga menjadi simbol pemberdayaan. Bahan pangan dari petani lokal, dimasak oleh masyarakat sekitar, dan diberikan kepada anak-anak kita sendiri,” kata Yamien.
Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan
Meski disambut positif, Haedar menyadari pelaksanaan program di lapangan tidak selalu mulus. Tantangan logistik, perbedaan kapasitas dapur, dan koordinasi antarwilayah menjadi catatan yang terus dievaluasi.
“Setiap program pasti menghadapi kendala. Yang penting kita belajar, memperbaiki, dan memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Muhammadiyah menegaskan, program ini bukan proyek sesaat, tetapi bagian dari gerakan jangka panjang untuk menyehatkan generasi penerus bangsa. Karena itu, keberlanjutan dan efisiensi menjadi perhatian utama.
Dalam pandangan Haedar, membangun bangsa tidak bisa dimulai dari kebijakan makro semata, tetapi juga dari piring makan anak-anak di sekolah-sekolah.
“Sumber daya manusia yang sehat adalah fondasi utama negara maju. Karena itu kami mengambil peran ini, bekerja sama dengan pemerintah dan seluruh komponen bangsa,” tegasnya.
Misi Dakwah yang Menyehatkan
Lebih dari sekadar program sosial, MBM merupakan perwujudan dakwah kemanusiaan Muhammadiyah. Dalam gerakan ini, dakwah tidak berhenti di mimbar, tetapi turun ke dapur dan meja makan masyarakat.
Relawan, guru, dan pengurus amal usaha Muhammadiyah kini bahu membahu menjalankan dapur gizi di berbagai daerah. Dari kota besar hingga pelosok desa, mereka menyalakan semangat yang sama: gizi sebagai bagian dari ibadah sosial.
“Bagi kami, ini bagian dari jihad kemanusiaan. Menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak adalah bentuk nyata dari dakwah yang menyehatkan,” ujar salah satu relawan MBM di Surakarta.
Menyehatkan Bangsa dari Akar Rumput
Program Makan Bergizi Muhammadiyah menjadi simbol bagaimana gerakan masyarakat sipil dapat memperkuat agenda negara. Melalui 105 dapur yang tersebar di penjuru tanah air, Muhammadiyah membuktikan diri sebagai pelopor kolaborasi sosial yang berkelanjutan dari kampus, sekolah, hingga panti asuhan.
Dengan langkah ini, Muhammadiyah menegaskan kembali bahwa membangun bangsa tidak hanya lewat gagasan besar, tapi juga lewat sendok nasi di tangan anak-anak yang kenyang dan bergizi.
Dwi Taufan Hidayat

















