Belu, Majalahjakarta.com – Pemerintah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, tengah meningkatkan kewaspadaan terhadap maraknya kasus AIDS dan dugaan praktik wanita tuna susila (WTS) yang mulai merambah hingga ke wilayah perkotaan. Kondisi ini dinilai mengancam tatanan sosial masyarakat di daerah yang menjadi pintu gerbang Indonesia–Timor Leste tersebut.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Belu, Frederikus Lau Bone, mengatakan pemerintah daerah tidak akan tinggal diam menghadapi situasi ini. Ia memastikan segera mengambil langkah-langkah preventif dan represif untuk menekan potensi penyebaran penyakit serta praktik sosial yang menyimpang.
“Kami akan segera mengidentifikasi titik-titik rawan dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan sosialisasi serta penertiban,” ujar Frederikus saat dihubungi di Atambua, Jumat (24/10/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, langkah awal yang akan ditempuh mencakup pemetaan lokasi yang diduga menjadi tempat aktivitas terselubung, seperti homestay, rumah kos, rumah penduduk, hingga hotel di sejumlah kecamatan di Kabupaten Belu. Penertiban tersebut, lanjutnya, tidak semata tindakan hukum, melainkan juga upaya moral untuk melindungi generasi muda dari pengaruh negatif.
“Penertiban ini bukan hanya penegakan aturan, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial. Kami ingin masyarakat menyadari bahwa bahaya ini nyata dan dapat merusak masa depan anak-anak kita,” tegasnya.
Belu sebagai wilayah strategis perbatasan memiliki dinamika sosial dan ekonomi yang kompleks. Mobilitas tinggi manusia dan barang dari dan ke Timor Leste membawa dampak ganda: membuka peluang ekonomi sekaligus meningkatkan risiko sosial.
Frederikus menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk menangani persoalan tersebut secara menyeluruh. Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga pendidikan, serta keluarga diharapkan dapat berperan aktif dalam pengawasan dan edukasi sosial di lingkungannya masing-masing.
“Ini bukan hanya urusan pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua. Orang tua, pemuda, tokoh agama, dan adat harus menjadi garda depan. Kolaborasi adalah kunci untuk menjaga Belu tetap bermartabat,” katanya menutup pembicaraan. (Lukas)

















