Atambua, Nusa Tenggara Timur, Majalahjakarta.com – Suara pedagang di Pasar Baru Atambua kini terdengar berbeda. Sejak Jumat (17/10) hingga Rabu (22/10/2025), Pemerintah Kabupaten Belu mulai melakukan penataan besar-besaran terhadap kawasan pasar yang selama ini dikenal semrawut.
Langkah tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintah daerah untuk mengembalikan fungsi pasar sebagai ruang ekonomi yang tertib, aman, dan manusiawi di jantung kota perbatasan Republik Indonesia-Timor Leste.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami ingin pasar ini kembali tertib, pembeli nyaman, dan lalu lintas tidak lagi macet,” ujar Frans Asten, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Belu, di Atambua, Selasa (21/10).
Menata dengan Aturan dan Empati
Penataan dilakukan dengan memanfaatkan lahan kosong di sekitar pasar untuk dijadikan area parkir dan tempat bongkar muat barang. Para pedagang yang sebelumnya berjualan di bahu jalan diarahkan kembali ke lapak resmi.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) guna memastikan proses berjalan tertib dan sesuai peraturan daerah.
Kasat Pol PP Belu, Frederikus Lau Bone, menegaskan bahwa langkah ini bukan penggusuran, melainkan penegakan aturan yang telah disosialisasikan sejak April lalu.
“Kami hanya menjalankan penegakan Perda sesuai tupoksi. Semua sudah diberi waktu untuk bersiap,” ujarnya.
Dinas PUPR turut menurunkan alat berat jenis excavator untuk membantu perataan area jualan dan penataan parkir.
“Kami mendukung penuh agar pedagang punya tempat yang layak dan lalu lintas bisa tertib,” kata Vincent Dalung dari Dinas PUPR Belu.
Suara dari Lapak yang Tersisa
Meski penataan ini disambut positif oleh banyak pihak, sejumlah pedagang masih merasa waswas kehilangan mata pencaharian selama proses berlangsung.
“Kami sekarang mau jualan di mana? Kapan pasar ini dibangun lagi?” keluh Monika Seran, pedagang lama di Pasar Baru Atambua.
Bagi Monika dan pedagang kecil lainnya, lapak bukan sekadar tempat berdagang—tetapi nadi kehidupan keluarga. Penataan, seideal apa pun, tetap memunculkan kegelisahan sosial yang perlu dijawab dengan solusi konkret.
Antara Tertib dan Penghidupan
Pasar Baru Atambua mencerminkan wajah ekonomi lokal di kawasan perbatasan. Pemerintah diharapkan tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga menghadirkan empati dan keberlanjutan ekonomi bagi para pedagang kecil.
Kini, di tengah debu pembangunan dan deru alat berat, pasar itu mulai menemukan wujud barunya. Jalanan tampak lebih lengang, kios tertata, dan lalu lintas mulai terkendali.
Namun bagi pedagang seperti Monika, harapan mereka tetap sederhana:
“Semoga penataan ini bukan akhir dari dagangan kami, tapi awal kehidupan yang lebih tertib dan berdaya.”
Catatan Redaksi;
Penataan Pasar Baru Atambua menjadi simbol perubahan wajah kota di perbatasan RI–Timor Leste. Ini bukan sekadar proyek fisik, tetapi refleksi hubungan antara pemerintah, pedagang, dan masyarakat dalam membangun ekonomi lokal yang tertib, berkeadilan, dan manusiawi. (Lukas)

















