Ketika Akal Sehat Ditarik Ulur Kuasa

- Penulis

Rabu, 15 Oktober 2025 - 17:18

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

Jakarta, Majalahjakarta.com – Polemik BLBI kembali menyeret dua nama yang sama-sama keras kepala: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Mahfud MD. Satu bicara efisiensi birokrasi, satu bicara nurani hukum. Di tengah silang pendapat ini, publik disuguhi pemandangan lama: negara berdebat dengan dirinya sendiri, sementara triliunan rupiah yang mestinya kembali ke kas negara justru menari di udara.

Ketika Purbaya Yudhi Sadewa menyebut Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI “banyak gaduh tapi sedikit hasil,” publik seolah diingatkan bahwa birokrasi kita punya hobi lama: membuat lembaga ad hoc yang sibuk dengan rapat, bukan hasil. Dalam wawancara dengan tvOneNews (7 Oktober 2025), Purbaya menegaskan niatnya untuk membubarkan Satgas BLBI dan memindahkan fungsi penagihan ke tim internal Kementerian Keuangan. Ia beralasan, “lebih efisien bila ditangani struktur tetap,” seolah ingin mengatakan bahwa negara bisa hemat bila berhenti membuat kegaduhan institusional yang tidak produktif.

Namun, ucapan efisiensi itu menabrak tembok moral yang dibangun oleh Mahfud MD, mantan Menko Polhukam yang dikenal dengan kalimatnya yang tegas dan tanpa basa-basi. Dalam pernyataannya kepada RMOL (8 Oktober 2025), Mahfud menilai langkah Purbaya “tidak paham seluk-beluk BLBI,” dan memperingatkan bahwa penghentian Satgas bisa menimbulkan kerugian negara serta ketidakadilan bagi para obligor yang telah membayar. Baginya, BLBI bukan sekadar angka, melainkan simbol utang moral negara terhadap keadilan pasca-krisis 1998.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konflik dua pandangan ini bukan sekadar soal “cara menagih utang”, melainkan pertarungan paradigma. Purbaya mewakili teknokrasi yang berpikir dalam tabel efektivitas; Mahfud mewakili etika publik yang berpikir dalam kategori dosa dan tanggung jawab. Ketika detikFinance (7 Oktober 2025) menurunkan judul “Purbaya Mau Kejar Obligor Tanpa Satgas BLBI,” pesan yang terselip sebenarnya bukan efisiensi, melainkan ambisi: bahwa Kemenkeu ingin mengambil alih kendali penuh atas proses yang selama ini terlalu banyak “aktor”.

Di sisi lain, Mahfud tak tinggal diam. Dalam pernyataannya yang dikutip Kompas (9 Oktober 2025), ia menyebut bahwa BLBI masih tercatat sebagai utang negara sekitar Rp141 triliun, dan penghentian proses hukum dapat menimbulkan potensi kerugian yang “tidak bisa dijustifikasi secara moral.” Ia bahkan menyindir gaya teknokratis Purbaya yang “terlalu percaya angka tapi lupa rasa keadilan.” Dalam gaya khasnya, Mahfud mengingatkan bahwa hukum bukan alat hitung, melainkan alat timbang: ada bobot nurani di setiap kebijakan publik.

Sementara itu, sejumlah ekonom mencoba menengahi. Mereka melihat argumen Purbaya tidak sepenuhnya keliru. Dalam laporan Kontan (9 Oktober 2025), beberapa pengamat menyebut pembubaran Satgas bisa dimengerti bila lembaga itu memang tidak efisien, asal disertai sistem baru yang kuat dan transparan. Namun mereka juga memperingatkan, jika fungsi itu sekadar “diserap” ke Kemenkeu tanpa pengawasan hukum, maka risiko stagnasi penagihan akan semakin besar. Dalam bahasa sederhana: negara mungkin tidak gaduh lagi, tapi juga tidak bergerak.

Baca Juga:  Tito Karnavian Desak Pemda Gerak Cepat: Petakan Lahan Negara untuk Kopdeskel Merah Putih

Purbaya kemudian menegaskan bahwa penilaian terhadap Satgas bukan soal dendam atau gengsi, melainkan soal evaluasi kinerja. Dalam tvOneNews edisi lanjutan (10 Oktober 2025), ia mengatakan, “Harus diukur berapa nilai yang bisa dikembalikan dibanding biaya dan tenaga yang dikeluarkan.” Kalimat ini, secara logis, memang masuk akal. Tapi di mata publik yang telah lama skeptis pada kejujuran pejabat, kalimat efisiensi sering terdengar seperti dalih untuk menutupi kehilangan arah moral.

Sebaliknya, Mahfud MD terus melontarkan kritik moral. Dalam berita online nasional (11 Oktober 2025), ia mengingatkan bahwa menghentikan penagihan berarti menghapus sejarah panjang perjuangan rakyat membayar krisis yang bukan salah mereka. Ia bahkan menyebut potensi Rp95 triliun bisa “menghilang begitu saja” jika negara memilih diam. Kritiknya mengandung sindiran tajam: jangan sampai yang disebut “efisiensi” justru membuka pintu bagi impunitas oligarki lama.

Narasi ini memperlihatkan bagaimana dua jenis logika bertarung di tubuh negara: logika angka dan logika nurani. Purbaya bicara seperti bendahara yang lelah mengurus utang lama; Mahfud bicara seperti hakim yang tidak rela sejarah dihapus dengan alasan efisiensi. Dalam kacamata publik, keduanya punya niat baik, tetapi hanya satu yang terlihat berani menantang arus: Mahfud menolak melupakan.

Dalam konteks politik, langkah Purbaya juga bisa dibaca sebagai manuver teknokratis untuk mendistansi diri dari kebijakan lama era Jokowi, yang membentuk Satgas BLBI pada 2021. Ia ingin menandai masa jabatan barunya dengan gaya manajemen “bersih dan fokus.” Tapi jika pembubaran itu dilakukan tanpa akuntabilitas, maka sejarah bisa mencatatnya bukan sebagai reformasi fiskal, melainkan bentuk penguburan diam-diam terhadap salah satu skandal keuangan terbesar negeri ini.

Seorang pengamat hukum ekonomi yang dikutip BeritaSatu (12 Oktober 2025) menyebut, “Jika Satgas dibubarkan tanpa mekanisme transisi hukum, maka aset-aset yang belum diserahkan bisa menjadi ‘liar’ secara administratif.” Ia menambahkan, justru di sinilah pentingnya kolaborasi Purbaya dan Mahfud: satu menjaga sistem, satu menjaga etika. Tapi tampaknya, keduanya lebih sibuk mempertahankan kebenarannya masing-masing.

Pada akhirnya, rakyat hanya bisa menonton. Setiap kali pejabat berdebat, yang kalah tetap sama: publik. Triliunan rupiah yang seharusnya bisa memperbaiki sekolah, rumah sakit, dan subsidi rakyat miskin, kini menjadi alat saling sindir dua tokoh yang seharusnya bekerja di kubu yang sama. Dalam politik anggaran, memang benar: tak ada musuh abadi, hanya kepentingan yang berubah wujud menjadi prinsip.

Dan jika benar Satgas BLBI akan dibubarkan, maka pertanyaannya sederhana: siapa yang akan menagih para konglomerat nakal itu? Negara atau nurani kita sendiri?

Dwi Taufan Hidayat

Berita Terkait

Menimbang Gelar Pahlawan di Tengah Rekonsiliasi Sejarah
Dewan Kota di Persimpangan Hukum: Antara Representasi Publik dan Formalitas Birokrasi dalam Era Provinsi Daerah Khusus Jakarta
Negara Topeng, Negara Neoliberalisme
Polri, Ijazah, dan Kekacauan Batas Kewenangan
DPR dan Krisis Kepercayaan Publik yang Menganga
Restrukturisasi Whoosh: Efisiensi Baru atau Beban Lama Negara?
Dasco Bungkam Tujuh Bulan, Bom Waktu Judi Kamboja Goyang Fondasi Partai
Jam Intel Redha Mantovani Disorot: Abaikan Buru Terpidana, Sibuk Hadiri CSR Aguan?
Berita ini 4 kali dibaca
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Selasa, 11 November 2025 - 14:26

Menimbang Gelar Pahlawan di Tengah Rekonsiliasi Sejarah

Selasa, 11 November 2025 - 13:52

Dewan Kota di Persimpangan Hukum: Antara Representasi Publik dan Formalitas Birokrasi dalam Era Provinsi Daerah Khusus Jakarta

Selasa, 11 November 2025 - 12:18

Negara Topeng, Negara Neoliberalisme

Selasa, 11 November 2025 - 12:02

Polri, Ijazah, dan Kekacauan Batas Kewenangan

Selasa, 11 November 2025 - 11:24

Restrukturisasi Whoosh: Efisiensi Baru atau Beban Lama Negara?

Selasa, 11 November 2025 - 09:07

Dasco Bungkam Tujuh Bulan, Bom Waktu Judi Kamboja Goyang Fondasi Partai

Senin, 10 November 2025 - 07:59

Jam Intel Redha Mantovani Disorot: Abaikan Buru Terpidana, Sibuk Hadiri CSR Aguan?

Senin, 10 November 2025 - 05:12

Skandal Alutsista: KPK Didesak Bongkar Peran Broker dalam Proyek Kapal TNI AL

Berita Terbaru

Digital

Negara Rugi Ratusan Triliun, Bandarnya Tetap Tertawa

Selasa, 11 Nov 2025 - 14:38

Nasional

Menimbang Gelar Pahlawan di Tengah Rekonsiliasi Sejarah

Selasa, 11 Nov 2025 - 14:26

Analisis

Negara Topeng, Negara Neoliberalisme

Selasa, 11 Nov 2025 - 12:18

Nasional

Polri, Ijazah, dan Kekacauan Batas Kewenangan

Selasa, 11 Nov 2025 - 12:02

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x