Menguji Loyalitas Menteri Akan Kebijakan Prabowo Terhadap Pengurangan Anggaran

- Penulis

Minggu, 16 Februari 2025 - 17:52

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spread the love

M-J, Jakarta- Presiden Prabowo Subianto, akhir Januari lalu, meneken Instruksi Presiden Nomor Satu Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025. Dalam keputusan itu, Presiden Prabowo meminta jajaran pemerintah pusat dan daerah untuk menghemat anggaran hingga 306,7 triliun rupiah. Ini pun berdampak tidak hanya di pusat, di tengah banyaknya program kementerian, tetapi juga di daerah.

Seperti diketahui, kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Presiden Prabowo telah tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 dan Keputusan Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN 2025.

Menyoroti hal ini pengamat Sosial dan Politik Dr. John Painggi MM, MBA angkat bicara untuk persoalan ini. Kata Dia menegaskan, tentan 100 hari Pemerintahan Prabowo bahwa tidak ada kebiasaan apa pun tentang 100 hari. Tidak ada aturan yang menggariskan itu. Hanya barangkali keinginan masyarakat supaya kinerja pemerintahan keinginan luar biasa supaya pemerintahan itu lebih cepat bergerak.
“Harus saya tekankan bahwa mengurus Negara tidak seperti mengurus RT/RW. Tantangan, hambatan maupun gangguan yang ada termasuk pergumulan yang luar biasa dihadapi oleh setiap Presiden,” ujar John Palinggi Jumat (14/2/2025).

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Akibat dari persepsi itulah kata John Palinggi melihat seolah olah Presiden Parabowo belum memiliki kinerja. Padahal harus ditekankan, baru tiga setengah bulan. Mustinya evalusi itu berlangsung misalnya 6 sampai 9 bulan terhadap hal hal yang di prioritas dan di canangkan terhadap anggaran sudah ditetapkan tahun 2024 terhadap 46 kementerian RAPBN sudah ditetapkan, ungkapnya.

Jadi lanjut John kembali, revisi terhadap anggaran yang disesuaikan dengan program strategis PresidenPrabowo harus diadaptasikan terhadap anggaran dan penyesuaian itu dilakukan. Dan, itu bukan sekedar di taruh begitu saja. Dan harus persetujuan DPR, tetapi masyarakat sambil gegab gempita menyerang Prabowo seolah olah ini ada apa, ujar John aneh.

Pada akhirnya munculah masalah semakin banyak seperti itu. Dan seolah olah Presiden Prabowo mau mengalami kegagalan seperti itu.

“Saya tegaskan tidak ada sama sekali dalam pikiran Prabowo seperti itu. Yang saya tau bahwa beliau bercita cita maju tetapi disesuaikan dengan kemampuan negara,” urainya.

Dari pandangan Dewan Analisis Strategis BIN & Tenaga Ahli Pengajar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) melihat bahwa pergumulan yang teramat dasyat adalah muatan “kapal kargo” muatannya macam macam. Utang Indonesia terlalu besar. Sampai cicilan bisa terlambat pokok maupun bunga. Kedua, pencurian uang negara menjadi beban sampai hari ini. Di tahun 1998 kredit macet 450 triliun yang bisa diselamatkan 139 oleh Badan Penyehatan Perbankan 311 triliun hilang. Selalu pengusaha mengeluh minta fasilitas, tapi coba introfeksi diri pengusaha, ketusnya.

Jadi kata John Palinggi kembali mempertanyakan bahwa ada salah satu kementerian yang mengurangi tenaga kerja akibat pengurangan anggaran tersebut.

“Nah ini mesti dicek terlebih dahulu. Sejak kapan menteri itu memiliki wewenang untuk mengurangi tenaga kerja? Padahal, pegawai negeri di bawah pimpinannya tidak bisa dipecat seenaknya karena mereka bukanlah buruh,” katanya.

Menurut Dia, bahwa pengurangan anggaran ini tidak menyentuh gaji pegawai negeri. Jadi, ini bisa dikatakan salah satu bentuk pembangkangan kebijakan Presiden.

“Pengurangan anggaran ini juga merupakan instrumen untuk mengetahui siapa di kalangan menteri yang suka membangkang dan tidak setia,” tegasnya.

Karena itu kata John, loyalitas seorang menteri harus tegak lurus kepada Presiden, bukan kepada partai.
“Ketika seorang menteri mengucapkan sumpah jabatan, maka ia harus setia dan patuh kepada Presiden,” ucap Wakil Ketua Dewan Penasehat KADIN DKI Jakarta ini.

Baca Juga:  Siap Dilalui Pengguna Jalan, Kepala BNPB Didampingi Kasdim 0507/Bekasi Tinjau Jembatan Sementara Di Kemang Pratama

Selain itu juga John secara gamblang menyebut bahwa pada tahun 1999, pemerintah mengucurkan dana sebesar 145,5 triliun untuk membantu bank-bank yang mengalami kesulitan. Namun kata Dia, hanya sebesar 30 triliun yang bisa diselamatkan, sedangkan sisanya, sebesar 100,5 triliun hilang, ungkap John.

“Pada tahun 1999, pemerintah kembali mengucurkan dana sebesar 650 triliun untuk membantu 26 bank. Namun, tidak satu pun dari bank-bank tersebut yang mengembalikan uang tersebut. Ini adalah salah satu contoh bahwa uang negara telah dikorupsi dan hilang,” tegas John Palinggi.

Menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang Dan Distributor Indonesia (DPP ARDIN), sistem E-Katalog yang digunakan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sebenarnya sudah cukup baik. Hanya saja kata John, bahwa sistem tersebut telah diubah oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) karena adanya kasus korupsi yang terjadi, tuturnya.

“Ada fakta yang diperoleh oleh kepala bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah bahwa banyak terjadi kasus korupsi. Bahkan mantan ketua KPK Agus Raharjo pernah menyebutkan bahwa ada pencurian uang sebesar 260 triliun,” ungkap John kembali.

Menurut John Palinggi, perubahan sistem E-Katalog tersebut tidak cukup efektif dalam mencegah korupsi. Untuk itulah John sangat berharap pemerintah dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

“Sistem E-Katalog harus diperkuat dengan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik. Pemerintah harus memastikan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah dilakukan dengan cara yang adil, transparan, dan akuntabel,” ungkapnya.

Disisi lain John pun mempertanyakan mengapa pinjaman luar negeri Indonesia belum dibuka kepada publik. Dengan tegas John meminta agar transparansi terkait pinjaman luar negeri yang dilakukan Indonesia, terutama terkait dengan pinjaman dari China untuk proyek infrastruktur nasional, tandasnya.
Kata John ada beberapa contoh pinjaman luar negeri yang tidak transparan, seperti pinjaman yang dilakukan pengusaha swasta ke luar negeri yang kemudian menjadi tanggung jawab negara. Disebut John bahwa mantan Menteri Bambang Brojonegoro pernah mengatakan bahwa ada “kegelapan” ekonomi yang meliputi dunia dan mungkin juga akan meliputi Indonesia, tandasnya.

Dari pandangan itu John Palinggi sangat menyesalkan pernyataan tersebut dan meminta penjelasan yang jelas terkait pinjaman luar negeri yang dilakukan Indonesia. Ia juga meminta dukungan untuk membantu Presiden Prabowo dalam memberikan solusi terkait perekonomian Indonesia, katanya.
Saat ini kata John kembali, Indonesia memiliki beberapa pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan, pelabuhan, dan bandara. Namun, transparansi terkait pinjaman luar negeri ini masih belum memadai.

Untuk itulah John Palinggi sangat menyayangkan bahwa banyak pengamat dan dosen di Indonesia yang tidak menghormati Presiden. Mereka sering mencaci maki Presiden di media sosial, padahal mereka digaji oleh negara sebagai dosen pegawai negeri sipil.

Kata John, ini adalah contoh dari pergeseran negatif di Indonesia. Untuk itu John meminta agar pengamat dan dosen memilih antara menjadi dosen dengan status digaji negara atau menjadi pengamat yang mencaci maki Presiden. “Jangan berselimutkan dosen, tetapi menciderai Bapak Presiden,” pintanya.

Sekali lagi John Palinggi menegaskan bahwa Presiden dan para menterinya memiliki tujuan pencapaian untuk bangsa secara baik. Unuk itulah agar orang-orang tidak terlalu cepat menghakimi dan mencaci maki Presiden.

“Mulai sekarang mari belajarlah untuk memiliki rasa hormat dan setia kepada negara maupun Presiden. Karena melalui rasa hormat dan rendah hati itulah kita bisa ditinggikan Tuhan,” tutup John Palinggi. (lian)

Berita Terkait

Pengadilan Kepercayaan: Hukuman di Tangkai Amanah?
Redenominasi Rupiah: Solusi Atau Bencana Tersembunyi
Timsus Dayok Mirah Polres Pematangsiantar Cegah Balap Liar, Dua Motor Knalpot Brong Diamankan
Pengelolaan Koperasi MTI Diduga Tidak Transparan, Sejumlah Aset Dipertanyakan Anggota
Ledakan di SMA 72 Jakarta: Alarm Keselamatan di Ruang Belajar
Jejak Kelabu di Balik Kilau CPO Nasional
Beton di Atas Nurani: Ketika Pembangunan Kota Menyingkirkan Warganya Sendiri
LSM ELANG MAS Minta Kejari Asahan Usut Dugaan Korupsi di MIN 1 Asahan: Transparansi Dana Pendidikan Kembali Dipertanyakan
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 8 November 2025 - 20:01

Pengadilan Kepercayaan: Hukuman di Tangkai Amanah?

Sabtu, 8 November 2025 - 19:51

Redenominasi Rupiah: Solusi Atau Bencana Tersembunyi

Sabtu, 8 November 2025 - 07:37

Pengelolaan Koperasi MTI Diduga Tidak Transparan, Sejumlah Aset Dipertanyakan Anggota

Sabtu, 8 November 2025 - 01:36

Ledakan di SMA 72 Jakarta: Alarm Keselamatan di Ruang Belajar

Jumat, 7 November 2025 - 18:33

Beton di Atas Nurani: Ketika Pembangunan Kota Menyingkirkan Warganya Sendiri

Jumat, 7 November 2025 - 17:36

LSM ELANG MAS Minta Kejari Asahan Usut Dugaan Korupsi di MIN 1 Asahan: Transparansi Dana Pendidikan Kembali Dipertanyakan

Jumat, 7 November 2025 - 17:06

Sufmi Dasco Ahmad dan Dinamika Kepemimpinan Baru: Dari Parlemen ke Panggung Pilpres 2029

Jumat, 7 November 2025 - 16:39

HAKAN Dorong Reformasi UU Kewarganegaraan: Perlindungan Hukum untuk Perkawinan Campuran dan Diaspora Indonesia

Berita Terbaru

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x